Kemarin seorang teman asal pulau Sulawesi datang bertamu untuk silaturrahim dan melepas kangen karena lama tak bertemu. Dia dulu mahasiswa di perguruan tinggi Al-Qur’an. Sekelas dengan aku. Kini dia menjadi pengusaha besar dan sering keliling berbagai negara di dunia, di barat maupun di timur. Bicara Inggrisnya lancar. Sesudah bicara kekangenan dan celoteh seketemunya, aku bertanya:
Menurutmu pengetahuan apa yang dikuasai dan disenangi oleh umumnya umat Islam pada masa ini ya?
Dia menjawab: “Ibadah mahdhah atau relasi personal dengan Tuhan, seperti shalat, puasa, haji, umroh, zikir, baca/menghapal Al-Qur’an, shalawatan, ziarah, dan sejenisnya. Masjid megah dibangun di banyak tempat, bukan hanya untuk kegiatan ibadah, tetapi ruang pertemuan pengajian umum, juga tempat rekreasi. Hal-hal seperti ini terus menjadi kegiatan rutin harian (ritual) di mana-mana, dan diperbincangkan serius dan berulang-ulang selama berabad abad. Buku-buku tentang ilmu-ilmu tersebut, berikut tata caranya diurai dengan sangat detail disertai dalil-dalilnya dan dicetak dalam jumlah besar. Para penceramah di berbagai media sosial, apapun namanya, yang bikinan orang lain itu, begitu bersemangat berbicara panjang lebar mengenai hal-hal di atas dan mengutip dalil-dalil dari buku-buku tersebut. Para pendengarnya sangat senang dan mengagumi penceramahnya. Itulah yang dikuasai dan dimiliki umat Islam dan itulah kondisi masyarakat kita sekarang”.
Bagaimana dengan pengetahuan keagamaan selain itu? Kataku
Nah, untuk urusan ilmu pengetahuan sosial, fisika, ekonomi, teori-teori politik kontemporer, teknologi, ekologi, metafisika, dan lain-lain, tidak tampak dan tidak dibicarakan, serta tidak menjadi isu penting. Karena tidak cukup punya bahan yang relevan. Untuk ilmu-ilmu ini kaum muslim selalu menunjukkan kisah masa silam dan apologetik. Semua ilmu tersebut justeru untuk waktu yang panjang dikuasai oleh bangsa-bangsa asing, non muslim. Mereka bahkan berhasil menyusun teori dan berbagai metode untuk berbagai bidang ilmu dan teknologi. Para penerima Nobel untuk ilmu-ilmu tersebut mayoritas besar dari mereka.
Dia kemudian mengatakan: “Bangsa-bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan atau sains itu akan menguasai kekayaan alam yang dimiliki bangsa-bangsa muslim”.
“Mereka” menggunakan anugerah Allah, berupa akal intelektual untuk menggali potensi alam bagi kepentingan manusia dan keuntungan sendiri. Sementara manusia-manusia muslim justeru mengkonsumsi produk ilmu pengetahuan dan teknologi “mereka” itu.
Usai mendengar dia bicara, aku menarik nafas berkali-kali dan tercenung, terpukul, bingung dan tak berdaya. Bagaimana ya nasib masa depan bangsa-bangsa muslim ini?