Alquran Muara Filsuf dan Sufi

Oleh: Dr. Ammar Fauzi

Founder Indonesia Berfilsafat dan Pengajar di Nuralwala

Kebanyakan para ulama, setelah mereka belajar menempuh ilmu pengetahuan, menempa diri, dan menghabiskan waktu serta usia mereka untuk mengembangkan peradaban pengetahuan dalam tradisi Islam, ujung-ujungnya mereka menuangkan semua pengalamannya ke dalam bentuk  tafsir Alquran. 

Adalah Imam al-Ghazali, seorang sufi sekaligus filsuf yang lahir di kota Thus Persia pada tahun 450 H. Ia memulai karir akademiknya dengan melakukan penelitian pada bidang hukum Islam atau fikih —al-Mustafa fi Ilmi al-Ushul dan al-Wajiz al-Furu’ merupakan karya Imam al-Ghazali di bidang fikih dan ushul Fiqh—. Dari hasil kerja kerasnya, membuat sang khalifah jatuh hati pada Imam al-Ghazali, dan memberikan kepercayaannya untuk menjadi hakim agung (qadhi) yang akan memutuskan perkara-perkara baik di tingkat masyarakat atau di tingkat ketatanegaraan.

Imam al-Ghazali kemudian beranjak dari kajian fikih memasuki medan teologi, filsafat, dan berhenti di bidang tasawuf. Pada masa kematangan intelektual dan kebersihan hatinya, Imam al-Ghazali menuangkan segenap kemampuannya di salah satu kitab dari ratusan kitab yang berhasil ditulis yaitu kitab Miskat al-Anwar. Buku ini sekalu pun kecil tetapi menyoroti (menafsirkan) satu ayat dalam Alquran yaitu surah An-Nur ayat 35 dengan pendekatan sufistik dan filosofis.

Demikian pula kita akan temukan bagaimana Ibn Sina sang maestro filsafat Islam berdarah Persia, lahir pada 980 M di Afsyanah, sebuah kota kecil dekat Bukhara —di Iran sekarang—Sejak awal ia tumbuh dan berkembang bersama Alquran. Dilaporkan dalam usia 13 tahun Ibn Sina telah mengkhatamkan hafalan Alquran. Setelah itu ia masuk ke berbagai bidang atau cabang ilmu pengetahuan. Ia melakukan penelitian di bidang kedokteran, bukti kongkrit atas pergulatannya di bidang kedokteran, sebelum berusia 20 tahun ia telah menuntaskan penulisan kitab al-Qanun fi al-Thibb yaitu kitab kedokteran yang masih digunakan sebagai referensi untuk perkuliahan kedokteran di Barat sampai abad ke 20.

Baca Juga:  Tumpang Tindih Makna Jihad

Akhirnya, karena kecenderungan Ibn Sina ke arah Alquran lebih kuat, maka dipastikan ia akan menafsirkan sejauh yang dia alami dari pengalaman intelektualnya. Risalah Tafsir Surah al-Ikhlas merupakan bukti bahwa perjalanan intelektual dan pengetahuannya, ia menyempatkan diri untuk menafsirkan Alquran. Surat ini ditafsirkan oleh Ibn Sina secara apik dan komprehensif, sampai sekarang karyanya bisa diakses dan bertebaran pula penafsiran-penafsirannya di berbagai kitab-kitab yang ia tulis.

Di atas menunjukan, bahwa para ulama itu tidak akan terlepas dari Alquran, bahkan mereka menjadikan Alquran sebagai panjatan pertama untuk mengarungi samudra pengetahuan yang membentang ke segala arah. Maka, tafsir bukan semata-mata dominasi atau kewenangan yang bisa dilakukan oleh para mufasir dari kalangan tertentu seperti ahli kalam (teologi), fikih, hadis, dan ahli bahasa semata, melainkan para sufi termasuk juga para filsuf Muslim, tidak akan lengkap perjalanan intelektual mereka kecuali menuntaskan dan bergelut dengan tafsir Alquran.

Kaitannya dengan tasawuf, tentu ini sebuah tradisi yang tidak bisa dilepaskan dari tafsir. Mari kita telisik, hampir semua sufi memiliki dua ciri khas utama yaitu:

Pertama, kaum sufi merangkai doktrin-doktrin ajarannya dalam bentuk puisi. Karena itu ditemukan dari mereka karya-karya puisi yang mengandung kedalaman akan makna sufistik. Seperti Jalaluddin Rumi, Fariduddin Attar, Hamzah al-Fansuri, dll

Kedua, kecenderungan kaum sufi ialah ke arah tafsir. Sufi selalu fokus pada Alquran, karena tidak ada bahasa yang terbaik untuk mengungkapkan pengalaman ruhani kecuali dengan Alquran. Di antara kitab tafsir sufi yang bisa diakses ialah: Tafsir al-Tustari Karya Sahl al-Tustari, Tafsir Lathaif al-Isyarat karya Imam al-Qusyairi, Tafsir Ibn Arabi karya Abd Razzaq al-Kasyani dll

Keterangan di atas perlu dijadikan pelajaran bagi kita, betapa posisi Alquran begitu tinggi, sehingga para ulama, ilmuan walaupun mereka telah berkelana mencari ilmu pengetahuan dari berbagai penjuru, banyak guru, fasilitas, ruang dan waktu pada ujungnya mereka mendapatkan kepuasan di telaga Alquran. Mereka merasakan hilang rasa dahaga dan haus ilmu pengetahuan saat mereguk tinjauan Alquran. Masing-masing ayat memberikan kandungan-kandungan madu-madu manis yang mereka peroleh dari  hasil analisa terhadap satu ayat dengan ayat yang lainnya.

Baca Juga:  Manuskrip Al-Futuhat al-Makkiyyah

(Keterangan: Tulisan ini hasil transkip dari video berjudul Pengantar Tafsir Sufi 01 oleh Dr. Ammar Fauzi di kanal Youtube Nuralwala dan telah disesuaikan oleh tin Nuralwala)

0 Shares:
You May Also Like