Al-Qur’an sebagai Laku Spiritual (Bagian 3)

Rasulullah saw. bersabda bahwa hati manusia bisa berkarat seperti karatnya besi yang terkena air. Adapun perkara yang bisa menghilangkan hati yang berkarat adalah mengingat kematian dan membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, Sayyid Muḥammad ‘Alawî al-Mâlikî menyebutkan bahwa membaca Al-Qur’an merupakan salah satu cara yang paling utama untuk mendatangkan kelapangan dan menghilangkan kesedihan dan kesusahan (Abwâb al-Faraj, 2007: 72).

Menurut Sayyid Muḥammad, orang yang sedang dilanda kesedihan dan kesusahan luar biasa akan melupakan kesedihan dan kesusahannya ketika duduk dengan kekasihnya, berbicara dengannya, dan bermunajat kepadanya. Baginya, tidak ada kata yang lebih manis dan berharga dibanding kata-kata kekasihnya. Sehingga dia lupa terhadap segala kesedihan yang membelenggunya. Begitu pula dengan orang yang sedang dilanda kesedihan dan kesusahan ketika membaca Al-Qur’an, maka dia akan menemukan kenikmatan dan kebahagiaan dalam Al-Qur’an. Kenikmatan dan kebahagiaan ini pada gilirannya akan menguatkan hatinya dan memengaruhi akal-pikirannya (hlm. 72).

Makanya, Habib Ali al-Habsy (pengarang Mawlid Simud Durar) merasa heran kepada seorang Muslim yang berkeluh kesah seraya berkata: “Aku sedang dilanda kesukaran dan kesedihan”. Padahal dia memiliki Al-Qur’an, yang seharusnya dibaca agar Allah menghilangkan kesempitan dan kesedihannya (Habib Zein bin Smith, Al-Fawâ’id al-Mukhtârah li Sâlik arîq al-Âkhrah, 2008: 185).

Menerangi Rumah dengan Pancaran Cahaya Al-Qur’an

Rasulullah saw. memerintahkan sekalian umat Islam agar menerangi tempat tinggalnya dengan salat dan membaca Al-Qur’an (Abwâb al-Faraj, hlm. 73). Menurut Sayyidina ‘Amr bin ‘Ash ra., setiap ayat Al-Qur’an memiliki derajat tersendiri dalam surga, dan menjadi penerang bagi tempat tinggal (rumah) di dunia (Imam al-Gazâlî, Iyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn, 2005: 324).

Hal senada juga disampaikan oleh Sayyidina Abu Hurairah ra. Menurutnya, Muslim yang suka membaca Al-Qur’an di dalam rumahnya, maka Allah akan melimpahkan rahmat dan kebaikan yang melimpah dalam rumah tersebut, penghuninya akan merasa tenteram, malaikat akan hadir, dan setan akan pergi. Sebaliknya, jika sebuah rumah jarang atau tidak pernah dibacakan Al-Qur’an, maka kebaikan akan berkurang (sedikit) dalam rumah tersebut, penghuninya akan gelisah, malaikat akan pergi, dan setan akan berdatangan (hlm. 324).

Baca Juga:  Meninjau Ulang Ajaran Zuhud dalam Sufisme Perspektif Jalaluddin Rakhmat

Di sisi lain, Syekh Aḥmad aṣ-Ṣâwî menyebutkan bahwa jumlah tingkatan surga adalah sebanyak huruf Al-Qur’an, yaitu satu juta dua puluh lima ribu (1.025.000), dan jarak antara satu tingkatan dengan tingkatan lainnya adalah 500 tahun (âsyiyah aâwî ‘alâ Tafsîr al-Jalâlain, I: 3). Dengan demikian, Muslim yang membaca Al-Qur’an berarti telah mengambil bagian dari tingkatan-tingkatan surga tersebut. Wallâhu A‘lam wa A‘lâ wa Akam…

Previous Article

Takdir dan Konsep Kebebasan Manusia (Bagian 1)

Next Article

Politik sebagai Jalan Kebahagiaan Perspektif Al-Farabi

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨