Sakit sebagai Karunia

Oleh: Haidar Bagir

Pengasuh Nuralwala: Pusat Kajian Akhlak dan Tasawuf

Berbicara soal kesehatan, seseorang baru merasakan nilainya sehat ketika ia sakit. Terkadang orang sehat itu lupa bahwa kesehatan itu merupakan salah satu karunia yang sangat berharga. Saat jatuh sakit —yakni saat kesehatan itu hilang atau berkurang— barulah ia sadar bahwa sesungguhnya semua orang harus mensyukuri kesehatan.

Lalu, apakah sakit itu merupakan suatu hukuman? Apakah sakit itu tidak membawa hikmah? Apakah tidak ada sifat Rahim Allah swt. dalam sakit itu? Sesunguhnya Allah tidak pernah tidak memanifestasikan sifat rahim-Nya —sifat kasih sayang-Nya— dalam situasi apa pun, meski tampak buruk. Di dalam sharing saya yang lalu, sudah saya jelaskan bahwa semua yang menimpa kita itu datangnya dari Allah. Dan semua yang datang dari Allah adalah baik. Termasuk sakit.

Sakit akan membuat kita sadar bahwa kita sesungguhnya selalu bergantung kepada Sang Pencipta dan Sang Perawat kita. Saat kita sehat kadang kita merasa cukup. Kita lupa bahwa sesungguhnya hidup kita itu bergantung kepada Allah swt. Bahwa sesungguhnya semua kebaikan yang kita miliki datangnya dari Dia swt. Dengan sakit, kita diingatkan bahwa “sebetulnya sehat yang kamu rasakan itu bukan datang sendiri. Sehat kamu itu datangnya dari yang bisa memberi kamu sakit.” Sehingga sakit itu bisa menjadikan kita ingat kepada-Nya dan terdorong untuk mendekati-Nya. Dan bukan hanya itu manfaatnya, bahkan Allah akan memanifestasikan sifat rahim-Nya ketika seseorang mendapatkan ujian berupa kesulitan, termasuk ujian sakit ini.

Sakit memiliki dua hikmah: Pertama, kita akan dekat dengan Allah swt. Kita mendekat, Allah pun mendekat kepada kita. Dalam satu hadis qudsi Allah berfirman: “Hamba-Ku lapar, kau tidak beri makan”. Maka manusia yang mendengar bertanya: “Wahai Allah, Kamu kan Maha Kaya, Maha Kuasa, masa kamu lapar? “Ya” kata Allah, ketika hamba-Ku lapar, kamu tidak memberinya makan. Padahal kalau kamu beri makan, kamu akan dapati Aku ada di sisi orang yang kelaparan itu. Demikian juga Allah mengatakan: “Ketika ada hamba-Ku yang kehausan kamu tidak beri minum. Padahal kalau kamu beri minum, akan  kau dapati Aku ada di sisi orang yang kehausan itu”. Kemudian Allah juga mengatakan lagi: “Hamba-Ku sakit dan kamu tidak mengurusnya. Padahal kalau kamu urus hamba-Ku yang sakit itu, maka kamu akan ketemu dengan-Ku, karena Aku ada di sisi orang yang sakit”. Jadi orang sakit itu dekat kepada Allah swt.

Baca Juga:  Hermeneutika Sufistik Al-Ghazali atas QS. Adz-Dzariyat 51:56

Jadi sakit itu, jika kita bersikap sabar dalam menerimanya, itu akan membuka jalan bagi kita untuk bisa bertemu Allah swt. dan meminta kepada-Nya. Bukankah pada saat itu Allah mendekat dengan kita yang sedang sakit?

Hikmah sakit yang kedua ialah, memberi sakit adalah cara Allah untuk menghapus dosa-dosa kita. Dalam sebuah hadis disebutkan: “Tidaklah seorang yang beriman itu jarinya tertusuk duri kecuali Allah mengampuni dosanya akibat (sakit yang dia derita karena tertusuk duri itu)”. Kalau tertusuk duri saja bisa menjadi wasilah atau perantara pengampunan dosa-dosa kita oleh Allah, apalagi sakit yang lebih berat? Sehingga Rasulullah saw. mengajar kita, saat mengunjungi orang sakit, agar kita mengucapkan; “Thahuur (semoga Anda bersih dari dosa-dosa), thahuur (semoga Anda bersih dari dosa-dosa), thahuur (semoga Anda bersih dari dosa-dosa)”. Karena, jika diterima dengan penuh kesabaran dan penuh rida —rela, suka dan senang hati— sakit akan menjadi pembakar dosa-dosa kita.

Semoga Allah swt. selalu memberikan afiat kepada kita dan memberikan kesabaran dalam menghadapi sakit. Karena, kalau kita tertimpa sakit, kemudian kita sabar menerimanya, maka sakit itu hanya akan mendekatkan kita kepada Allah dan menjadi sarana bagi pengampunan dosa-dosa kita.Keterangan: Tulisan ini hasil transkip dari video Sakit sebagai Karunia oleh Dr. Haidar Bagir di kanal Youtube Nuralwala dan telah disesuaikan oleh tim Nuralwala.

0 Shares:
You May Also Like
Read More

Syirik

Oleh: Faqry Fakhry Muhib di Jalan Menuju Mahbub “Allah mengampuni semua dosa kecuali syirik” (QS. an-Nisa [4]: 48),…