Kenapa Harus Bertasawuf, Kenapa Tak Berakhlak Saja?

Orang belajar macam-macam pakai teknik dan metode belajar, tapi kok mau belajar berakhlak tidak percaya sama perlunya teknik atau metode?

Mengetahui saja apa itu akhlak mulia tak akan menjadikan orang otomatis berakhlak mulia. Itu namanya baru pada level kognitif. Berkeinginan saja untuk berakhlak mulia tak lantas menjadikan orang berakhlak mulia. Nah, yang ini namanya level afektif. Berlatih mati-matianan secara teknis dan metodis agar bisa berakhlak mulia adalah suatu kemestian. Baru kemudian kita sampai pada level psikomotorik. Praktik yang benar. Sampai jadi habit. Metoda dan teknik inilah (bagian dari) tasawuf. Tasawuf meliputi dasar sampai teknik menanamkan akhlak mulia itu. Mulai dari filsafatnya (‘irfan), kemudian ke metodenya (mu’amalatut-tashawuf), lalu—ini puncaknya, dan yang paling penting—ke praktiknya (suluk).

Berakhlak mulia itu hal paling sulit di dunia, dan satu-satunya tujuan agama.  Masak mudah? Ya, ndak lah? Yang dilawan setan yang, kata Nabi, mengalir melalui pembuluh darah kita. Ke kaki, ke tangan, ke mata, ke telinga, ke mulut, ke otak, ke semua syaraf-syaraf, ke hati. Emang gampang melawannya?

Makanya disebut sebagai jihad akbar. Suluk. Metodanya mujahadah dan riyadhah (latihan berat). Yang paling lucu orang-orang yang bukan cuma tidak mau tasawuf, tapi malah anti-tasawuf.  Jadinya beragama ngerusak. Merasa akidahnya kuat, tidak punya akhlak, merasa diri paling baik, menganggap orang lain yang beda sama dia buruk, menyaci-maki dan membenci kanan kiri. Kalau perlu membunuh, menghancurkan.

Dalam hubungan dengan ini, yang belum pernah baca Ihya’, saya sarankan harus nyicil baca. Ini kalau dalam Thariqah Alawiyah, cuma nomer tiga kepentingannya, setelah Al-Qur’an dan hadis. Memang bukan buku ‘irfan, tapi mu’amalatut-tashawuf. Tidak filosofis, memang. Tapi disajikan dengan sangat menarik. Bisa jadi manual suluk. Kalau mau nyicil bisa dengan membaca beberapa bab yang diterjemahkan ayah saya—Muhammad Bagir—alm.

Baca Juga:  Falsafah Politik al-Mawardi: Paradigma Simbiotik Agama dan Negara

Saya nyicil baca sejak mahasiswa. Belum pernah khatam. Tapi memberi kita peta medan suluk yang dahsyat. Belum khatam aja luar biasa pengaruhnya kepada saya seumur hidup

Jangan lupa baca bab ghurur. Sudah diterjemahkan ayah saya alm juga. Membahas tipuan diri kita atas diri kita. Ngeri kalau baca itu. Tipuan orang lebih mudah kita sadari dan lawan, bagaimana kalau tipuan diri kita atas diri kita sendiri? Semoga Allah menolong kita.

0 Shares:
You May Also Like