Bagaimana Kita Menyebut Nama Tuhan?
Pagi hari yang cerah ini, aku sangat bersyukur dan segera menyebut nama-Nya. Segala sesuatu merupakan tajalli dari nama dan sifat Tuhan Yang Maha Ada, yang berada di mana pun, dan menempati setiap celah ciptaan-Nya. Nama dan sifat Tuhan, yang sering disebut Asmaul Husna berjumlah 99. Namun, sebenarnya nama dan sifat Tuhan jumlahnya tak terbatas, sebagaimana Tuhan Yang Maha Tak Terbatas.
Apa pun yang kita lihat, dengar, cium, rasakan, dan kita pikirkan adalah tajalli dari nama dan sifat Tuhan. Kemanapun kita memandang adalah wajah Tuhan.
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah…” (QS. Al-Baqarah [2]: 115).
Cobalah membiasakan diri menyebut nama dan sifat-Nya setiap saat. Inilah makna sebenarnya dari tazakur atau berzikir. Tazakur tidak mesti dilakukan hanya pada waktu khusus dalam kesendirian kita saja, tapi bisa dilakukan setiap waktu, di mana pun kita berada. Misalnya di pagi hari yang indah ini, minum kopi hangat sambil makan pisang goreng merupakan kenikmatan yang luar biasa, segera ku sebut nama-Nya, “Alangkahnya besarnya karunia yang telah Engkau berikan kepadaku, berupa lidah dan hidung, sehingga dapat merasakan aroma kopi yang nikmat. Maha Menumbuhkan Engkau yang telah menumbuhkan biji kopi yang beraneka ragam di bumi ini”.
Bila kita melihat bunga dengan warna yang indah, sebutlah segera nama-Nya, meskipun dengan sebutan bahasa kita sendiri, misalnya “Maha Indah Engkau yang telah mencipta bunga yang indah”. “Maha Menakjubkan ciptaan-Mu, berupa kedua mata, sehingga aku dapat melihat keindahan warna-warna”.
Bila kita mendengar alunan musik yang kita suka, sebutlah segera nama-Nya, “Aku bersyukur tak terkira, Engkau telah meminjamkan telinga kepadaku, sehingga aku bisa mendengar musik yang lembut dan indah”.
Apapun yang kita lihat, dengar, cium, rasakan, kita hadapi setiap hari, maupun yang muncul dalam pikiran kita, segeralah kita sebut nama-Nya, dengan bahasa kita sendiri, karena nama dan sifat-Nya Maha Tak Terbatas, sehingga tidak dibatasi oleh bahasa. Hal itu memang tidak mudah dilakukan, harus selalu diupayakan setiap saat, secara terus menerus, dan harus selalu bersangka baik pada-Nya.
Kenyataan sehari-hari sebagai dokter anak, seringkali aku berhadapan dengan berbagai kondisi anak yang sakit berat, tanpa harapan hidup, menderita kelainan bawaan yang tidak bisa disembuhkan, sementara orangtuanya sangat miskin tidak berdaya. Dalam situasi seperti itu, bagaimana kita menyebut nama-Nya? Apakah kita lalu mempertanyakan kenyataan itu, dengan menyebut, “Tuhan, mengapa Engkau menciptakan penyakit dan penderitaan? Disinilah kita diuji untuk selalu bersangka baik pada-Nya.
Tuhan telah memastikan bahwa apa pun yang berasal dari-Nya pastilah baik, indah, dan benar. Hanya kita seringkali kurang bersangka baik kepada Tuhan, hati kita masih tertutup hijab sehingga tak dapat melihat keindahan, kebaikan, dan kebenaran di baliknya.
Cobalah melihat dengan hati yang terbuka, banyak hal menakjubkan yang tadinya terhijab akan menjadi terbuka. Misalnya, betapa menakjubkan kekuatan seorang ibu dengan kasih sayangnya, dalam merawat anaknya yang sakit berat. Itu adalah percikan Kasih Sayang Tuhan yang dibagikan kepada seorang ibu.
Aku selalu kagum dan takjub kepada orangtua yang memiliki anak dengan disabilitas. Mereka orang yang luar biasa, rasanya aku sendiri tidak mungkin sanggup bila mengalami sendiri. Anak-anak itu dipelihara dan dijaga dengan penuh kasih sayang oleh ibunya sampai akhir hayatnya, seperti Tuhan memelihara dan menjaga kita.
Segeralah sebut nama-Nya, “Maha Kasih Engkau yang telah membagikan percikan rahmat-Mu kepada seorang ibu, sehingga dia tetap ikhlas dan rida, tetap bahagia, tetap kuat menghadapi berbagai kesulitan dan kelelahan dalam merawat anaknya yang sakit berat maupun disabilitas”.
Semua hal apapun pasti mengandung nama dan sifat Tuhan, yang pasti indah, baik, dan benar. Apabila kita masih belum bisa melihat keindahan, kebaikan, dan kebenaran di dalamnya, kita tetap harus bersangka baik pada-Nya. Mungkin itu karena hijab dan “makar” Tuhan yang menutupi kita. “Makar” Tuhan (rekayasa, pengelabuan, atau penyamaran) adalah suatu cara Dia merancang segala sesuatu, sehingga membuat kita merasa selalu berada dalam ketidakpastian tentang kebijaksanaan dan kebenaran mutlak-Nya yang terselubung hijab.
Segera sebut nama-Nya, “Maha Suci Engkau, Maha Pembuat “Makar”, sehingga kami sering berada dalam ketidakpastian tentang kebaikan, hikmah, dan kebenaran mutlak-Mu yang terselubung hijab”. Semua kehidupan kita ini sebenarnya adalah “makar” Tuhan.
“Maka dapatkah mereka merasa aman dari makar Allah (yang tidak terduga)? Tak seorang pun yang merasa aman dari makar Allah…” (QS. Al-Araf [7]: 99).
Bila hal ini dilakukan setiap saat, terus menerus, di setiap momen hidup kita, maka semakin lama kita semakin meresapi nama dan sifat Tuhan. Inilah makna sebenarnya dari tazakur.