Makna Esensial Hijrah

Secara literal hijrah berasal dari kata hajara. Kamus Al-Mu’jam al-Wasith menyebutkan, hajara berarti taraka min makan ila makan yaitu berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam arti fisikal atau berarti i’tazala memisahkan diri atau tabaa’ada menjauhkan diri. Ia juga bisa berarti taraka wathanahu,  dia meninggalkan tanah airnya. Mengenai makna ini Al Qur-an menyatakan:

“Dan orang-orang yang telah tinggal di kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-Hasyar [59]:9).

Ayat lain yang menujuk arti perpindahan tempat juga disebutkan dalam surah Al-Ankabut [29]:26 yaitu: “Maka Luth membenarkan kenabian Ibrahim. Dan dia (Ibrahim) berkata : ‘Sesungguhnya aku harus berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhan kepadaku’”.

Sementara al-Raghib al-Isfahani dalam Mufradat Alfazh Al-Qur’an menyatakan bahwa kata hajara bemakna mufaraqah al-insan ghairahu imma bi al-badan aw bi al-lisan aw bi al-qalb artinya meninggalkan orang lain baik secara fisik, ucapan atau hati.

Ini menunjukkan bahwa hijrah memiliki makna yang lebih luas dari sekedar perpindahan fisik. Hijrah berarti juga mendiamkan atau membiarkan.

Al-Isfahani selanjutnya mengemukakan makna terminologis hijrah sebagaimana dipahami banyak orang dewasa ini. Hijrah adalah keluar dari rumah atau wilayah kafir (dar al-kufr) menuju rumah atau wilayah iman (dar al-iman) seperti hijrah dari Makkah ke Madinah. Di sini tampak bahwa hijrah mengandung makna teologis. Yakni sebuah sikap meninggalkan keyakinan yang mengingkari Tuhan berikut misi-misi yang disampaikan-Nya menuju kepada sikap mempercayai Tuhan berikut seluruh misi-Nya. Pemaknaan ini diambil dari sejumlah ayat Al-Qur-an. Misalnya :

Baca Juga:  Telaah Sosiologis Rasionalisme di Awal Islam (1): Spektrum Rasionalisme Islam

“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dizalimi pasti Kami menyediakan untuk mereka tempat yang baik di dunia”(QS. An-Nahl [16]:41).

atau

Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia” (QS. Al-Anfal [8]:74).

Dalam banyak pandangan ayat-ayat tentang hijrah di atas, dapat menunjuk pada makna-makna yang terkait dengan dimensi moralitas dan religius. Mereka mengatakan bahwa hijrah berarti “hujran al-syahawat wa al-akhlaq al-dzamimah wa al-khathaya (meninggalkan keinginan-keinginan yang rendah, moralitas yang buruk dan kekeliruan-kekeliruan) menuju kepada kehidupan yang lebih religius dan bermoral mulia.

Demikianlah tampak jelas bahwa hijrah tidak dapat dimaknai secara sederhana sebagai perpindahan atau pemisahan tempat, melainkan sebuah langkah yang mengandung dimensi-dimensi kehidupan yang lebih luas dan lebih strategis. Sebagai seorang Nabi dan Rasul, misi utama yang harus dijalankannya adalah menyebarkan misi-misi ketuhanan.

Dengan begitu, langkah Nabi Saw. untuk melakukan hijrah adalah dalam kerangka melanjutkan misi teologis, spiritual,  dan moral kemanusiaan di tempat dan pada audiens yang lebih menghargai nilai-nilai kemanusian yang luhur.

0 Shares:
You May Also Like