Seni Agar Allah Jatuh Cinta ala Sufi (Bagian 1)

Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan sejati (baik di alam fana maupun di alam baka), maka hendaklah mendekati Allah. Sebab, kemuliaan itu hanya dimiliki oleh Allah Yang Maha Mulia, dan Dia memberikan kemuliaan tersebut kepada siapa saja yang dihendaki, baik rasul maupun orang-orang beriman. Hal ini dipahami dari surat Fâṭir (35): 10 dan al-Munâfiqûn (63): 8. Pendek kata, tidak ada cara lain selain mendekatkan diri kepada Allah untuk meraih kemuliaan tersebut.

Di sisi lain, kedekatan dengan Allah merupakan sesuatu yang sangat didambakan oleh segenap Muslim, terutama sekali para sâlik (orang yang menempuh laku spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah) yang senantiasa berijtihad dan berjihad untuk mendekatkan diri kepada Allah. Allah sendiri menghendaki setiap manusia agar mencari (cinta)-Nya dan mendekati-Nya. “Barangsiapa yang berjihad mencari (keridaan) Allah, maka Dia akan Menunjukkan jalan-jalan-Nya” (QS. Al-‘Ankabût [29]: 69).

Dalam hadis qudsi disebutkan: “Wahai anak Adam, carilah Aku, maka engkau akan menemukan-Ku. Jika engkau menemukan-Ku, maka berarti engkau telah menemukan segalanya. Jika Aku melalaikanmu, maka engkau akan kehilangan segala sesuatu. Dan Aku mencintaimu melebihi segala sesuatu” (Imam Ibnu Rajab, Jâmi‘ al-‘Ulûm wa al-Ḥikam, 2008: 777).

Bahkan Imam al-‘Izz bin Abd as-Salâm menyebutkan bahwa tujuan semua ibadah adalah mendekatkan diri (at-taqarrub) kepada Allah. Kedekatan di sini adalah kedekatan ruhani (spiritual), bukan kedekatan fisik. Sebab, seseorang mustahil mendekati Zat Allah secara fisik (Imam al-‘Izz bin ‘Abd as-Salâm, Maqâṣid al-‘Ibadât, 1995: 11).

Maksud kedekatan ruhani (spiritual) tersebut adalah mendekatkan diri kepada kedermawanan (al-jûd) dan kebaikan (al-iḥsân) Allah yang memang diberikan secara khusus hanya kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Oleh karena itu, orang yang mendekatkan diri kepada Allah harus melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa mendekatkan dirinya kepada Allah, seperti ketaatan, pengagungan, ketundukan, dan lainnya (hlm. 11).

Baca Juga:  Keutamaan Meminta Maaf

Makanya, menurut Imam Ibnu Rajab, para wali adalah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan perbuatan-perbuatan yang bisa mendekatkan mereka kepada-Nya. Sementara musuh-musuh Allah adalah orang-orang yang menjauhkan diri dari Allah dengan perbuatan-perbuatan yang bisa menjauhkan mereka dari-Nya. Sebab, dasar perwalian (al-wilâyah) adalah mendekatkan diri (al-qurbu), dan dasar permusuhan adalah menjauhkan diri (al-bu‘du) (Jâmi‘ al-‘Ulûm, hlm. 775).

Allah sendiri memiliki dua cara dalam mendekati makhluk-Nya, yaitu: pertama, mendekati dengan pengetahuan, penglihatan, dan kekuasaan yang menyeluruh. Pendekatan ini ditujukan kepada seluruh makhluk yang ada di alam semesta. Kedua, mendekati dengan kedermawanan (al-jûd) dan kebaikan (al-iḥsân). Pendekatan ini ditujukan hanya kepada orang-orang beriman (Maqâṣid al-‘Ibadât, hlm. 11).

Dua Modal Utama Mendekati Allah

Hujjatul Islam Imam al-Gazâlî menyebutkan dua ketaatan utama yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, yaitu melaksanakan ibadah fardu dan sunah. Fardu dan sunah ini merupakan dua perintah Allah yang harus diperhatikan oleh setiap sâlik yang ingin dekat dengan Allah. Fardu adalah dasar perniagaan dengan Allah, yang dengannya seseorang memperoleh keselamatan. Sedangkan sunah adalah laba, yang dengannya seseorang memperoleh keuntungan (Bidâyah al-Hidâyah, hlm. 9).

Menurut Syekh Muḥammad Nawawî al-Jâwî, fardu di sini meliputi fardu ain dan fardu kifayah. Ia juga meliputi fardu secara lahir dan batin. Fardu secara lahir ini ada yang harus dilakukan (seperti salat, zakat, puasa, dan ibadah lainnya), dan ada pula yang harus ditinggalkan (seperti zina, membunuh, dan perbuatan haram lainnya). Adapun fardu secara batin yang harus dilakukan adalah mengenali Allah, mencintai-Nya, tawakal, dan takut kepada-Nya (Syarḥ Marâqiyy al-‘Ubûdiyyah, hlm. 9).

Pendapat kedua ulama tersebut berdasarkan hadis kudsi, yaitu: “Tidaklah hamba-Ku mendekati-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah Mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang dia gunakan untuk berjalan” (hlm. 9).

Baca Juga:  Refleksi Pendidikan ala Pesantren (2): Pendidikan Model Asrama

Hadis itu secara nyata menunjukkan bahwa tidak ada satu pun sarana yang digunakan oleh al-mutaqarribûn (orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah) yang paling disukai oleh Allah selain mengerjakan ibadah fardu. Jika seorang hamba mendekati Allah dengan ibadah sunah (setelah mengerjakan ibadah fardu) hingga Allah mencintainya, maka Allah akan menjadi pendengarannya ketika dia mendengar, menjadi penglihatannya ketika dia melihat, menjadi lisannya ketika dia berbicara, menjadi tangannya ketika dia menyentuh, dan menjadi kakinya ketika dia berjalan.

Artinya, Allah akan menjaga seluruh anggota tubuhnya dan melindungi segala aktivitasnya, sehingga dia hanya mengerjakan perbuatan-perbuatan yang merupakan keridaan Allah, dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang bukan ketaatan kepada-Nya. Dengan kata lain, dia tidak mendegarkan apapun kecuali zikir kepada Allah; tidak melihat apapun kecuali keajaiban kerajaan dan kekuasaan Allah; tidak merasakan nikmat apapun kecuali membaca kitab Allah; tidak terhibur oleh apa pun kecuali bermunajat kepada Allah; tidak menadahkan tangannya kecuali terhadap perkara yang diridai Allah; dan tidak melangkahkan kakinya kecuali terhadap ketaatan kepada Allah (Syarḥ Marâqiyy al-‘Ubûdiyyah, hlm. 9).

Di Indonesia sendiri, beberapa kandungan hadis kudsi tersebut bisa juga didengarkan, dinikmati, dan diresapi dari lagu berjudul “Satu”. Salah satu liriknya adalah: “Dengan tangan-Mu aku menyentuh// Dengan kaki-Mu aku berjalan// Dengan mata-Mu aku memandang// Dengan telinga-Mu aku mendengar// Dengan lidah-Mu aku bicara// Dengan hati-Mu aku merasa”.

Lagu tersebut disenandungkan secara indah dan menawan oleh Once Mekel dan Fadly Padi yang berkolaborasi dengan grup band legendaris Indonesia, Dewa 19, dengan tingkat musikalitas yang mewah, dahsyat, dan mengagumkan (bersambung). Wallâhu A‘lam wa A‘lâ wa Aḥkam…

0 Shares:
You May Also Like