Manusia Yang Lemah

Manusia itu demikian lemah dan rapuhnya, termasuk dalam hal ketaatan. Demikian mudahnya kita, secara tiba-tiba tergelincir dan tergoncang keimanannya. Demikian mudahnya kita bertaubat dan sadar kembali, namun kembali lagi melakukan keburukan dan dosa. Karena itu, kita dianjurkan untuk selalu berdoa: “Wahai Zat Yang Maha membolak-balikan hati, teguhkanlah hatiku dalam ketaatan kepadamu”.

Siapa yang menentukan gerak hati kita dan ketaatan kita? Siapa yang membuat perubahan dalam hidup kita? Siapa yang mewujudkan kenyataan dalam hidup kita? Siapa yang menentukan hasil akhir dalam hidup kita? Bukan kita, tapi Dia Yang Maha Kuasa.

Sering sekali kita merasa telah berusaha dengan kesungguhan. Bangun malam untuk tahajud, berdoa tiap hari, tapi tidak terlihat hasil yang nyata dalam hidup kita. Di lain waktu, kita tidak berdaya, tidak bisa berbuat apa-apa, menyerahkan semua pada Tuhan, tapi ternyata ada hasil yang nyata. Itulah rahasia Tuhan Yang Maha Agung. Kecuali bagi manusia pilihan-Nya, yang dengan kebersihan hatinya mungkin sudah dibukakan hijab, sehingga selalu ikhlas dan rida apapun yang terjadi pada dirinya. Apapun yang terjadi adalah kehendak-Nya, yang pasti indah, baik, dan benar.

Dalam perjalanan hidup menuju Tuhan ada hirarki kedekatan kepada Tuhan. Pertama, adalah derajat awam seperti kebanyakan manusia—termasuk saya—yang selalu jatuh bangun dalam ketaatan. Pada derajat ini, kita masih didominasi oleh nafs amarah. “…karena sesungguhnya nafsu  amarah itu selalu menyuruh kepada keburukan (QS. Yusuf [12]: 53). Nafsu ini cenderung kepada unsur jasadi manusia, dan condong pada kenikmatan jasadi semata mata. 

Kedua adalah derajat “khusus”, yang selalu berusaha dengan kesungguhan, kerja keras, dan bermujahadah untuk mempertahankan ketaatan. Derajat ini didominasi oleh nafs lawwamah. “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (diri sendiri)”(QS. Al-Qiyamah [75]: 2).

Baca Juga:  Jangan Membuat Orang Alergi Terhadap Agama

Berbeda dengan nafsu ammarah yang mendorong untuk memuaskan keinginan jasadi yang rendah, maka nafsu lawwamah memiliki dorongan rasa bersalah dan penyesalan yang besar bila melakukan pebuatan buruk. Namun, daya tarik duniawi masih ada dan cukup kuat pada dirinya.

Ketiga adalah “khusus di antara yang khusus”, yang sudah dibukakan hijab oleh Tuhan. Pada tahap ini seluruh hidupnya dikendalikan oleh nafs muthmainnah. “Wahai jiwa yang tenang-tentram… kembalilah kepada Tuhanmu  dengan  rida lagi diridai” (QS. Al-Fajr [89]: 27).  Ini merupakan derajat tertinggi dari nafs manusia, inilah manusia pilihan. Pada derajat ini manusia sudah terbebas dari kecenderungan jasadinya dan penuh dengan cahaya ruh Ilahi.

Sebagai seorang awam yang lemah dan rapuh, lakukanlah hal yang terbaik yang bisa dilakukan saat ini, apapun hasilnya, bukanlah wewenang kita untuk menentukan.

0 Shares:
You May Also Like