Tergerusnya Ekonomi Menengah: Tantangan dan Solusi
Pada tahun 1990, jumlah penduduk Indonesia tidak lebih dari 150 juta jiwa. Memasuki tahun 2000-an, jumlah penduduk melebihi 200 juta jiwa. Pada tahun 2020, terjadi lonjakan signifikan dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta. Idealnya, lonjakan jumlah penduduk ini bisa menjadi bonus demografi yang memanfaatkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Namun, pertambahan penduduk ini justru menambah beban perekonomian bangsa. Terdapat sekitar 50 juta rakyat yang miskin dan menganggur, sementara 50 hingga 100 juta jiwa berada dalam golongan ekonomi menengah. Sisanya terdiri dari generasi pemuda sekitar 90% dan orang kaya 10% dari total 100 juta penduduk.
Dari komposisi penduduk tersebut, sekitar 50 juta orang berperan dalam pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2024, jumlah penduduk Indonesia mencapai 300 juta jiwa, dengan hanya sekitar 17% yang termasuk dalam kategori produktif, dan 83% sebagai non-produktif. Baru-baru ini, BPS merilis data yang menunjukkan penurunan jumlah golongan ekonomi menengah, yang berdampak pada peningkatan jumlah masyarakat miskin. Penurunan golongan ekonomi menengah ini sangat memprihatinkan karena kelompok ini seharusnya menjadi tulang punggung perekonomian, dengan pekerjaan layak dan kemampuan memenuhi kebutuhan keluarga. Golongan ekonomi menengah berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama dalam konsumsi yang melebihi investasi.
Ketidakstabilan dalam sektor investasi, yang seharusnya mendorong pertumbuhan ekonomi, justru memperburuk kondisi ekonomi. Meskipun investasi diklaim meningkat, kenyataannya tidak mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi lebih didorong oleh konsumsi daripada investasi. Golongan ekonomi menengah, yang sebagian besar pengeluaran mereka digunakan untuk belanja, berperan penting dalam menggerakkan ekonomi.
Pertanyaannya adalah, apakah pemerintah berhasil mendorong ekonomi nasional? Berdasarkan pandangan saya, peran pemerintah dalam ekonomi tampaknya kurang signifikan. Hal ini terbukti dari sektor investasi yang belum mampu memicu pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Ada contoh negara-negara yang sukses dalam sektor investasi, meskipun tidak banyak. Negara-negara maju seperti Singapura, Korea Selatan, Jepang, China, lebih dari 50% negara-negara Eropa, dan Amerika Serikat berhasil dalam sektor ini. Negara-negara ini juga mampu memasarkan produk-produk mereka di seluruh dunia, seperti mobil Jepang, peralatan rumah tangga China, dan teknologi informasi dari AS.
Jelaslah bahwa tergerusnya golongan ekonomi menengah disebabkan oleh kurangnya keseriusan dalam menangani investasi. Beberapa masalah utama termasuk kesulitan dalam perizinan investasi, ketidakpastian hukum, dampak sosial yang tidak merata, dan tingkat pengetahuan mengenai investasi non-sumber daya alam yang masih rendah baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat.
Melihat kenyataan ini, kita sebagai rakyat perlu mengambil langkah-langkah berikut:
- Jangan terlalu menunggu pemerintah berpihak pada masyarakat bawah, karena seringkali kepentingan oligarki yang diutamakan.
- Cari peluang yang berkelanjutan yang berbasis pada sumber daya manusia.
- Perdalam ilmu agama secara intensif, untuk mencapai kebahagiaan hakiki.
- Perluas jejaring sosial (social capital) dengan saling tolong-menolong sesama.
Mengantisipasi dan mengatasi tergerusnya golongan ekonomi menengah adalah kunci untuk memperbaiki keadaan ini. Sebagai penutup, sebuah hadis mengatakan: “Kemiskinan mendekati kekafiran.” Mungkin sulit untuk menjadi orang yang kaya secara materi, tetapi jangan sampai kita kekurangan kekayaan hati.