Pertama, hampir-hampir tidak perlu saya jelaskan di sini bahwa yang akan kita diskusikan secara sederhana di bawah ini adalah apa yang disebut generative AI, bukan AGI (Artificial General Intelligence). Yang pertama berfokus pada pembuatan konten-konten baru—dengan belajar (mengembangkan/meramu dari) konten-konten yang sudah ada—sedang AGI dibayangkan bisa memiliki kemampuan-kemampuan kognitif (berpikir) yang setingkat dengan kemampuan manusia.
Generative AI bekerja dengan cara dilatih untuk menggunakan apa yang disebut sebagai large language model. Saya dari sebelumnya sudah lumayan paham bahwa kemampuan AI itu bukan disusun berdasar cara bekerja cut and paste dari bahan-bahan yang ada, melainkan ia bertindak sebagai mesin yang di-training berbahasa. Bukan secara kognitif (berdasar kegiatan berpikir), melainkan dengan diekspos kepada pola kalimat-kalimat bermakna dalam jumlah (amat) besar (large), yang menjadikannya bisa memprediksi kelanjutan suatu kata dalam konteks/situasi tertentu, sebagaimana yang ditetapkan dalam prompt yang dibuat. Kebayang, sih.
Tapi, believe it or not, sebelum ini belum ada yang ingat untuk memberitahu saya tentang pemahaman sederhana dari istilah large language model yang mentereng ini. Sedang saya males atau nggak mau riset juga tentang pemahaman sebenarnya kata itu. Sampai dengan santai dan amat sederhana kemarin, salah seorang anak saya (Riza)—dalam talk-nya di Mizan Excutive Forum—mengajukan suatu permisalan tentang hal ini. Yakni, permisalan dengan situasi saat kita mengirim teks (message) dengan mengetik satu kata, lalu muncul prediksi kata yang memiliki probabilitas untuk mengikutinya. Sehingga, sebetulnya (yang disebut large language model) itu tak lebih dari kemampuan memprediksi itu. “Cuma lebih pinter, itu aja…,” kata Riza.
Large Language Model (LLM) adalah jenis model pembelajaran mesin yang dirancang untuk tugas pemrosesan bahasa. Sebagai model bahasa, LLM memperoleh kemampuan ini dengan mempelajari hubungan statistik dari sejumlah besar teks selama proses pelatihan yang memungkinkan pemrosesan dan pembuatan data teks skala besar yang efisien. Model-model ini memberikan kemampuan prediktif terkait sintaksis, semantik, dan kandungan makna yang melekat dalam korpus bahasa manusia. (Btw, konten buatan AI otomatis juga mewarisi ketidakakuratan dan bias yang ada dalam data kebahasaan yang dengannya dia dilatih).
Karena amat kompleks dan canggihnnya kemampuan algoritmis kemampuan memprediksi mesin AI, dan tak terhitung besarnya bahan-bahan yang diumpankan untuk melatihnya, AI pun memiliki daya prediksi yang jauh lebih powerful. Dan, makin banyak bahan-bahan yang ada dipakai untuk melatih AI maka, dengan machine learning-nya, si AI terus menjadi makin pinter. Sampai suatu saat kemampuan manusia menyediakan bahan makin kalah cepat dibanding kemampuan mesin melahapnya. Maka bahan pun habis, dan perkembangan kapasitas AI akan berhenti atau, setidaknya melambat. Itu juga yang dibilang Riza saat bicara tentang kemungkinan akan mandeknya perkembangan kemampuan AI.
Masih ada satu lagi yang disebutkan Riza, yang perlu saya singgung di sini. Meski Riza tentu bukan orang pertama yang mengatakannya, dengan santai dia bilang: “AI itu namanya aja Artificial Intelligence, tapi sebetulnya nggak ada “intelligence”-nya.
Masak, sih? Maksud Riza adalah, yang dipunyai generative AI adalah inteligensi dalam makna general intelligence yang diukur dengan daya logis matematis, termasuk di dalamnya tata bahasa dan sintaksis itu. Maka, kalau mau, Anda bisa menambahkan daya verbal linguistik ke dalam komponen intelligence-nya AI, selain inteligensi matematis. Lebih dari itu, AI tak punya real creative intelligence. Termasuk inteligensi kreatif—dalam makna mencipta sesuatu yang benar-benar baru/orisinal berdasar ilham kreatif—dan daya Imajinatif yang lebih luhur—termasuk karya seni yang bukan sekadar secon-hand (sebagus apa pun).
Bagaimana dengan AGI? Ini soal lain dan para ahli masih banyak berbeda pendapat. Tentang apakah AGI akan benar-benar bisa dibuat, dan berapa lama lagi hal itu bisa diwujudkan? Lalu, apakah dia akan benar-benar bisa meniru semua kemampuan atau inteligensi manusia, termasuk inteligensi-inteligensinya yang lebih luhur? Dan ini memerlukan tulisan tersendiri.
Untuk saat ini, kita terlebih dulu penting untuk tahu berbagai perspektif tentang generative AI. Tahu kelebihannya, tahu juga keterbatasannya, agar kita bisa memanfaatkannya dengan baik dan proporsional.