Politik Pengakuan Axel Honneth

“My thesis is that an attempt to renew the comprehensive claims of Critical Theory under present conditions does better to orient isself by the categorial framework of a sufficiently differentiated theory of recognition, since this establishes a link between the social causes of widespread feelings of injustice and the normative objectives of emancipatory movements” (Axel Honneth, dalam Redistribution or Recognition? A Political-Philosophical Exchange, 2003).

Axel Honneth adalah guru besar filsafat pada Universitas Frankfurt dan direktur Institute for Social Research di Frankfurt am Main, Jerman, pada 2001. Honneth lahir pada tahun 1949, menimba ilmu di Bonn, Bochum, Berlin dan Muenchen (di bawah bimbingan Jurgen Habermas). Ia juga mengajar di Free University Berlin dan The New School sebelum pindah ke Universitas Johann Wolfgang Goethe di Framkfurt pada 1996.

Axel Honneth merupakan seorang teoretisi kontemporer, ia dikenal sebagai tokoh Teori Kritis (Mazhab Frankfurt) generasi ketiga. Tesis Honneth yang sangat terkenal, yakni theory of recognition (teori pengakuan atau politik pengakuan). Adapun yang dimaksud politik pengakuan di sini, sangat berkaitan dengan martabat manusia; bahwa pada dasarnya setiap manusia menginginkan untuk diakui “kekhasannya” atau “keunikannya” sebagai manusia. Dengan kata lain, setiap manusia menginginkan adanya rasa hormat dari manusia lain, dan hal inilah yang menjadi penggerak sejarah.

Dalam The Struggle for Recognition: Moral Grammar of Social Conflict (1995) nampak jelas bagaimana Honneth membangun teorinya dengan mendasarkan pada pemikiran Hegel. Honneth menjelaskan, bahwa Hegel merumuskan tentang kesadaran diri melalui suatu proses pengakuan yang bersifat timbal balik. Akan tetapi, relasi antara kesadaran diri dan pengakuan timbal balik ini tidak bersifat linier, melainkan ada konsep lainnya yang berada di antara kedua konsep tersebut, yaitu konsep struggle of recognition (perjuangan untuk mendapat pengakuan).

Baca Juga:  Menyoal Islamofobia

Hegel sendri sebagaimana yang dikutip oleh Francis Fukuyama dalam buku Identitas: Tuntutan atas Martabat dan Politik Kebencian (2020) pernah menyebut bahwa perjuangan untuk mendapat pengakuan adalah penggerak utama sejarah manusia, kekuataan yang merupakan kunci untuk memahami kemunculan dunia modern.

Lebih lanjut, Honneth sendiri kemudian membangun teorinya dengan mendasarkan pada tiga bentuk pengakuan timbal balik yang beranjak dari teori Hegel, di samping terpengaruh pemikir lainnya yaitu Herbert Mead (psikologi sosial). Adapun yang dimaksud timbal balik pertama, yakni ‘cinta’ yang mengandaikan antar-subjek dapat saling menerima dan mengakui satu sama lain; kedua, adanya penghormatan (respect) antar masing-masing subjek, dan dalam bentuk hak-hak yang bersifat legal; ketiga, yakni terbentuknya solidaritas, tentu saja ketika masing-masing subjek dapat mengenali, menghormati dan adanya sikap menerima” kekhasan ataupun identitas dari masing-masing subjek.

Menurut Akhyar Yusuf Lubis dalam Pemikiran Kritis Kontemporer (2015), tiga bentuk pengakuan timbal balik tersebut menjadi “infrastruktur moral” yang memungkinkan tercipta, terjadi dan berlangsungnya interaksi sosial di mana setiap martabat dan identitas (karakter-karakter dan keunikan) seseorang dijamin.

Akhyar Lubis (2015) menjelaskan, bahwa Honneth kemudian melakukan pengembangan terhadap ketiga bentuk pengakuan timbal balik tersebut yang memungkinkan patologi sosial yang disebut Honneth sebagai “penghinaan” dapat dihindari. Honneth sendiri membagi penghinaan ke dalam tiga tipe, pertama yakni penghinaan fisik; kedua, pengingkaran atau penyangkalan terhadap hak-hak legal subjek; ketiga, yakni pengrusakan terhadap nilai-nilai partikular kelompok sosial tertentu atau pengrusakan terhadap harga diri dan kepercayaan subjek.

Dengan demikian, Honneth yang memusatkan perhatiannya pada filsafat sosial, politik dan moral, salah satu argumen utamanya ini, yakni sebagaimana yang dijelaskan oleh Soerjanto Poespowardojo dan Alexander Seran dalam Diskursus Teori-teori Kritis:Kritik atas Kapitalisme Klasik, Modern dan Kontemporer (2016), bahwa relasi intersubjektif dalam hubungan sosial menjadi sumber konflik sekaligus sumber integrasi sosial.

Baca Juga:  Dimensi Sufisme dalam Kitab Nahwu al-Qulub Karya Imam Al-Qusyairi

Meletakkan Pemikiran Honneth dalam Konteks Keindonesiaan

Meskipun saya tidak “menyepakati sepenuhnya” tesis Hegel yang juga menjadi acuan dari pemikiran Honneth, akan tetapi ada poin-poin yang menurut saya relevan dari pemikiran Honneth ini ketika diletakkan dalam konteks keindonesiaan.

Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat beragam. Di satu sisi, keberagaman tersebut merupakan anugerah dan kekayaan yang tidak ternilai harganya, tetapi pada sisi yang lain, keberagaman dapat memicu konflik dan keretakan ketika tidak disikapi dengan kedewasaan dalam berpikir dan bertindak. Sebab itulah, meletakkan pemikiran Honneth dalam perbincangan mengenai Indonesia akan sangat menarik dan penting untuk diketengahkan.

Pemikiran Honneth memungkinkan bagi kita untuk menyadari bahwa mengakui kekhasan dan keunikan individu, identitas partikular, merupakan hal yang penting dan mendasar dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, kita dapat menghindarkan konflik karena perbedaan-perbedaan (termasuk soal etnis-religius dan sebagainya), karena yang diandaikan adalah penerimaan atas perbedaan-perbedaan tersebut guna membangun solidaritas bersama.

Pemikiran Honneth memungkinkan bagi kita untuk menyadari, bahwa kita sebagai subjek, jelas menginginkan adanya penghormatan dari subjek yang lain, pun subjek lain menginginkan juga adanya penghormatan terhadap keunikan dan kekhasannya. Sebab itu, pemikiran Honneth relevan ketika diletakkan untuk menghindari sikap-sikap yang diskriminatif terhadap yang lain; dapat juga menjauhkan dari sikap rasisme dan sebagainya, yang dapat memecah keutuhan bangsa. Politik pengakuan Honneth mengandaikan setiap diri kita mampu menghargai dan menjungjung tinggi “martabat kemanusiaan”.

Previous Article

Sufisme dan Ottoman

Next Article

Metode Menenangkan Diri ala Al-Qur'an

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨