Mengejar Kebahagiaan: Belajar dari Film The Pursuit of Happyness

Mungkin lebih dari 10 tahun lalu, menonton film The Pursuit of Happyness yang dibintangi oleh aktor kawakan Will Smith. Film ini menembus box office yang artinya pendapatan jumlah penonton melebihi jauh biaya produksi film tersebut, di mana pendapatannya mencapai USD 300 juta sementara hanya menghabiskan uang untuk produksi hanya USD 55 juta. Karya seni ini mengangkat kisah nyata (based on true story) tentang seorang bapak yang berjuang sekuat tenaga untuk menafkahi keluarganya. Di mana, dia mengerahkan seluruh kemampuannya secara fisik dan mental dalam mencukupi kehidupan keluarganya.

Dalam cerita ini, kebetulan sang bapak berperan sebagai single parent yang mempunyai anak laki-laki sekitar usia 10 tahunan. Dia bekerja menjual satu alat kesehatan berupa box (kotak)  yang bisa mendeteksi sejauh mana fungsi organ tubuh manusia. Biasanya dua box itu dijinjing dengan kedua tangannya dan dijajakan ke orang-orang di kota New York one by one (satu per satu).

Will Smith memang pas melakoni cerita ini, saya sangat tersentuh sekali dengan penghayatan dia membawakan peran ini. Terlihat ketika dia berlari mengejar bis, tertidur di MRT saking lelahnya bekerja, wajah ikhlas ketika menggendong anaknya walaupun badannya sudah letih, berusaha membuat anaknya senang walau bermalam di WC umum. Hari demi hari sang bapak terus jualan box kesehatan tersebut dengan segala rintangan yang dihadapi. Tidak pernah terpikir dalam benaknya berputus asa, semua dilakukan dengan semangat yang tiada putus.

Pada suatu hari, dia bertemu dengan seorang manager perusahaan yang bergerak dalam pasar saham. Dan, dia pun ditawarkan kesempatan untuk mendapat training menjadi pialang saham. Suatu pekerjaan yang prestisius dan banyak diminati oleh para pencari kerja di kota metropolitan seperti New York. Tes pertama dia lulus, dan mulai training pada minggu berikutnya. Tapi sayangnya, selama training harus berpakaian rapi dengan memakai celana bahan, kemeja lengan panjang dan berdasi. Sementara Will Smith hanya memiliki satu stel pakaian yang melekat ditubuh. Maka, setiap pulang training celana, baju, dasi langsung dicuci dan dikeringkan di atas heater sambil dia membaca dan menekuni materi-materi training.

Selama training pun, dia tetap harus berjualan alat kesehatan untuk memenuhi nafkah keluarga. Tes demi tes dilalui dengan baik setiap kenaikan level dari training. Sampai ia diberi kesempatan untuk on job training di sebuah perusahaan. Will Smith pun mampu membuktikan bahwa dia dapat bekerja dengan prestasi gemilang sebagai pialang saham. Akhirnya dia dapat keluar dari kemiskinan tanpa harus lagi jualan box dengan berlari-lari mengejar angkutan umum, dan bermalam di stasiun bawah tamah MRT. Semuanya terbayar sudah dengan semangat, kerja keras, pantang menyerah, ikhlas yang dia miliki untuk mengejar kebahagiaan.

Baca Juga:  Apa itu Tasawuf ? Berikut Jawaban Syekh Abu Sa’id ibn Abi al-Khair

Menurut hemat saya, film ini memiliki dimensi yang paripurna yaitu mengajak bagaimana harus  kerja keras untuk menafkahi keluarga demi mencari keridaan Allah sebagai Maha Pemberi Rezeki.

Previous Article

Kodak Membawa Maut: Kisah George Eastman dan Paradoks Kebahagiaan

Next Article

Melihat Tafsir pada Masa Nabi dan Sahabat

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨