Kegelisahan Buya Syafii Maarif dan Tantangannya untuk Generasi Muda Muslim Indonesia

Buya Syafii Maarif adalah nama yang tidak akan asing dalam jagat pemikiran di Indonesia. Ia adalah seorang intelektual yang mendedikasikan hidupnya untuk merenungkan dan memperjuangkan martabat serta keutuhan negeri yang amat dicintainya. Sebagai intelektual, tentu saja Buya Syafii bergulat dengan berbagai kegelisahan. Kegelisahan adalah salah satu ciri dari seorang intelektual. Akan tetapi, salah satu yang membedakan kegelisahan intelektual dan insan pada umumnya, yaitu seorang intelektual tidak hanya meresahkan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan pribadi, paling utamanya adalah problem-problem dalam masyarakat atau publik, bangsa, dan kemanusiaan secara umumnya.  Raga Buya Syafii memang sudah meninggalkan kita, akan tetapi pemikiran dan cita-citanya akan tetap hidup, bahkan sejumlah kegelisahannya pun patut menjadi bahan refleksi bersama.

Titik Berdiri Buya Syafii dalam Diskursus Islam dan Keindonesiaan

Sebagai seorang intelektual Muslim, Buya Syafii dikenal sebagai seorang yang tidak mempertentangkan antara keislaman dan keindonesiaan. Dengan kata lain, Buya berpandangan bahwa antara keislaman dan keindonesiaan harus berada dalam satu tarikan nafas. Titik berdiri tersebut menjadi fundamen untuk digelorakan, karena mempunyai korelasi dengan apa yang dicita-citakan oleh Buya Syafii, yang seharusnya juga menjadi cita-cita kita bersama sebagai anak bangsa, yakni Indonesia yang beradab, menjungjung kesejatian toleransi. Tanpa keberadaban dan toleransi, mustahil keutuhan republik ini bisa bertahaan dalam arus sejarah.

Adapun yang menjadi titik berdiri Buya Syafii dalam diskursus Islam dan keindonesiaan tersebut tentu mempunyai landasan argumentasi. Bagi Buya Syafii, sebagaimana yang tertulis dalam Studi tentang Percaturan dalam Konstituante Islam dan Masalah Kenegaraan (1985), baik Al-Qur’an maupun Nabi Saw. memang tidak menetapkan suatu teori tentang negara yang harus diikuti oleh umat Islam di berbagai negeri, karena yang mendasar adalah prinsip syura dapat dijalankan dan dihormati sepenuhnya.

Baca Juga:  CARA MELEMBUTKAN HATI

Memaksakan sebuah negara berasaskan Islam justru dapat menghasilkan segudang permasalahan.  Dalam tulisannya yang lain, yaitu Mencari Autentisitas dalam Dinamika Zaman (2019), Buya mencontohkan bahwa dalam sejarah Indonesia, 7 kata dalam Piagam Jakarta saja dianggap diskriminatif oleh sebagian masyarakat, terutama yang berasal dari wilayah Indonesia Timur, karena menganggap bahwa warna Islam terlalu ditonjolkan dalam bangunan konstitusi republik. Terang saja, hal itu berpotensi menghadirkan disintegrasi bagi republik yang saat itu baru berdiri. Sebab itu, Buya Syafii berpendapat bahwa menjadi hal penting untuk meneladani kebesaran hati para pendiri bangsa, termasuk para pemimpin Muslim di awal berdirinya republik ini.

Bagi Buya Syafii, titik pijaknya tersebut sesuai juga dengan gagasan ushul al-fiqh yang berbunyi “taghayyur al-ahkam bitaghayyur al-azman” (perubahan hukum menurut perubahan zaman).  Dengan demikian, landasan argumenasi Buya Syafii didasarkan pada ijtihad dari para fuqaha, bahwa pelaksanaan hukum Islam yang tidak menghiraukan tuntutan ruang dan waktu pasti akan dihadapkan pada kendala-kendala yang tidak kecil.

Hal paling penting dibandingkan menyoal formalisasi syariat, bahwa cita-cita sosiopolitik-ekonomi Islam, berupa keadilan, keamanan, persamaan persaudaraan, toleransi, dan kejujuran dapat dibawa ‘turun ke bumi’. Dengan kalimat lain, yakni agar maqashid syariah dapat diwujudkan. Buya Syafii melihat di sinilah peran penting negara. Jadi, semua nilai tersebut bisa terwujud bilamana tersedia kekuataan institusi yang mendukungnya. Jadi, dari sudut pandang Islam, negara penting bagi agama, tanpa mempersoalkan nama negara tersebut (dengan ada embel-embel ‘negara Islam’ atau tidak).

Kegelisahan Buya Syafii yang Perlu Dijawab Generasi Muda Muslim Indonesia

Dari titik beridiri Buya Syafii sebagaimana yang dipaparkan di atas, maka bisa dipastikan, ada dua masalah utama yang menjadi sumber kegelisahan Buya Syafii. Pertama, yakni rongrongan kelompok intoleran yang berupaya menjadikan syariat sebagai aturan formal, yang sebagian di antara mereka bahkan menggunakan cara-cara kekerasaan untuk merealisasikan tujuannya.  Kelompok intoleran ini jelas mengancam keberagaman yang menjadi salah satu ciri utama republik ini.

Baca Juga:  Bagaimana Kita Menyebut Nama Tuhan?

Kegelisahan kedua yakni keadilan sosial yang belum dapat diterjemahkan secara praksis,. Dalam prolog buku Fikih Kebinekaan (2015), dengan nada getir, Buya menulis “Indonesia yang minus keadilan”. Padahal nilai sosial dalam Islam adalah keadilan. Sebagai catatan penting, bagi Buya Syafii sendiri, implikasi nilai sosial dalam Islam di dunia modern adalah negara hukum dan demokrasi, lembaga-lembaga yang pada prinsipnya mengharuskan pemerintah bertanggung jawab kepada masyarakat.

Dengan demikian, ada dua tantangan besar terhadap generasi muda Muslim di Indonesia: Pertama, dibanding memperdebatkan soal landasan konstitusi negara ini (Pancasila atau Islam), lebih baik fokus menjaga agar republik yang sangat beragam ini tetap kokoh dan utuh; Kedua, mengupayakan bagaimana agar keadilan sosial bisa terwujudkan, terlebih lagi negeri ini dihadapkan pada problem ketidakadilan baik itu sosial, ekonomi maupun politik agar demokrasi yang berjalan bisa lebih substantif.

Dalam hemat penulis, pandangan Buya tersebut jelas sejalan dengan klaim besar bahwa Islam adalah agama rahmat bagi semesta, dan dengan demikian tidak hanya meneduhkan Muslim semata, melainkan kemanusiaan secara umumnya bahkan alam semesta. Buya menulis “Klaim besar sejarah tersebut sedang menantikan tampilnya anak-anak muda yang berbakat yang inklusif, lapang hati, punya komitmen kemanusiaan yang tulus dan berilmu. Mewujudkan sebuah Islam yang ramah lingkungan di Indonesia adalah tugas utama yang tidak boleh dilupakan”.

           

Previous Article

Manusia Yang Lemah

Next Article

Lingkaran Setan

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨