Manusia pasti membutuhkan agama. Mengingat, ia merupakan satu kebutuhan yang paling fundamental bagi manusia. Meskipun, manusia dibekali potensi akal, akan tetapi, akal tidak akan pernah mengetahui tata cara menyembah yang diinginkan oleh Sang Pencipta yaitu bagaimana Tuhan harus disembah. Sehingga akal manusia sudah semestinya bertanya pada Tuhan. Dan salah satu wujud dan bentuk kecintaan Tuhan kepada makhluk-Nya, Dia ingin sang hamba menyempurna, sehingga disuguhkanlah aturan hidup/sistem sebagai pijakan dalam mengarungi kehidupan. Sistem tersebut dinamakan agama. Terkhusus agama Islam dipredikatkan sebagai agama rahmatan lil’alamin, agama rahmat/cinta bagi alam semesta.
Namun, akhir-akhir ini praktik beragama telah ditampakkan dengan wajah beringas yang menyeramkan dan menakutkan. Dikarenakan, adanya kesalahpahaman kaum muslim sendiri, atau karena penyalahpahaman dari pihak lain ihwal autentisitas citra Islam sebagai agama kasih sayang. Seakan-akan tenggelam di bawah hiruk-pikuk peperangan dan kekerasan, yang terjadi di mana-mana di dunia Islam. Sepertinya realitas kehidupan beragama saat ini tidak dalam kondisi baik-baik saja. Islam yang kerapkali disalahpahami dengan melihat maraknya peristiwa radikalisme, ekstrimisme hingga terorisme, dan kekerasan dalam bentuk lainnnya yang mengatasnamakan agama Islam, tidak pelak menggelitik banyak orang untuk mempertanyakan kembali adigium tentang Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alami.
Di tengah fakta intoleransi yang kian merebak, dan tindakan kekerasan atas nama agama yang berlangsung dalam eskalasi yang tinggi di negeri ini, sehingga umat Muslim harus mencari solusi atas berbagai tindakan eksploitasi yang membanjiri di negara tercinta kita ini yaitu Indonesia, mulai dari maraknya terjadinya tindakan ekstrimisme, radikalisme, terorisme, yang level tinggi tindakan terorisme, yang mengatasnamakan Islam, dan seabrek eksploitasi lainnya berhiaskan ornamen-ornamen agama. Dalam kondisi dan situasi ini, tentu bukan agama yang salah. Karena agama senantiasa mengajarkan kebaikan bagi penganutnya. Agama mesti dikaji dari ajaran-ajarannya. Dan apapun identitas dan sebutan nama sebuah agama, tidak ada agama yang mengajarkan eksploitasi yang berbasis kekerasan.
Hal ini tentu menodai flatform Islam yang membawa misi Rahmatan lil ‘Alamin. Padahal, umat Islam mengetahui bahwa tujuan manusia beragama, dan tujuan Tuhan menurunkan agama melalui utusan para nabi dan rasul-Nya, demi untuk tercapainya kemaslahatan umat dan menyongsong kerukunan umat yang bernuansa cinta dan kedamaian. Sebagaimana kehadiran Nabi Muhammad Saw. sebagai perwujudan atau representasi dari kehadiran Allah Swt di muka bumi ini. Jika Allah Swt sebagai Rabb al-‘Alamin (Tuhan alam semesta), maka Rasulullah Saw sebagai Rahmatan lil Alamin (rahmat dan kasih sayang bagi alam semesta).
Islam memang pada dasarnya agama kasih sayang bagi segenap alam semesta, sehingga sudah seharusnya wajah Islam dihadirkan kepada pemeluk agama dengan wajah ramahnya, yang mengedepankan pada prinsip cinta, damai, dan welas asih, sehingga umat beragama dapat hidup rukun, bahagia dan harmonis. Dan apapun tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama, bukanlah menjadi jalan terbaik dalam menyelesaikan segala persoalan kemanusiaan, bahkan tindakan kekerasan akan menimbulkan kekerasan pula yang bahasa familiar dikenal dengan sebutan eksploitasi.
Padahal, Tuhan tidak menyukai kekerasan, melainkan kelemahlembutan, dan cinta kasih yang harus dikedepankan dalam beinteraksi kepada sesama manusia, terlebih kepada sesama umat beragama tanpa memandang status agama yang dianutnya. Padahal, Tuhan telah menanamkan benih cinta dalam diri makhluknya yang beridentitas manusia, sehingga manusia mampu mengedepankan cinta terhadap sesama, maupun cinta terhadap sesama ciptaan Tuhan lainnya, seperti alam dan entitas ciptaan lainnya. Dan tak ada agama yang menganjurkan penganutnya untuk melakukan kekerasan. Bahkan setiap agama apapun identitasnya mengajarkan kepada pemeluknya untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan, melalui menghargai dan menghormati setiap yang berbeda keyakinan dan pemahaman lewat menumbuhkan rasa cinta terhadap sesama manusia.
Atas dasar inilah, tidak ada ajaran agama yang mengajarkan kepada pemeluknya untuk melakukan tindakan kekerasan. Karena hal ini bertentangan dengan visi dan misi ajaran agama Islam itu sendiri sebagai agama yang menebarkan cinta dan kasih sayang. Apalagi Tuhannya Islam tidak hanya dinobatkan sebagai Tuhan yang kasih sayang-Nya meliputi segala sesuatu, yang diperkuat dengan misi diutusnya Nabi Muhammad, yang disebut Tuhan dalam firman-Nya sebagai manusia yang berakhlak mulia karena cinta dan kasih sayang-Nya kepada manusia. Bahkan Tuhan menciptakan manusia, atas dasar cinta sehingga manusia dapat belajar kembali mencintai Tuhan melalui pengenalan atas diri-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dan mencintai Tuhan diwujudkan yang diejewantahkan dalam kecintaan kepada makhluk ciptaan-Nya.
Setiap agama berasaskan cinta, apalagi Islam sebagai agama cinta. Oleh karena itu, tindakan eksploitasi yang dilakukan oleh pemeluk agama, mesti dikembalikan pada penganutnya agama itu sendiri, bukan pada agama yang dianutnya. Bukankah manusia diciptakan tidak hanya sekedar saling mengenal antar umat beragama, tetapi ada relasi antara manusia dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip kemanusiaan yang melampaui batas-batas geografis dan segala sekat primordialisme. Puncak dari prinsip kemanusiaan itu adalah cinta, sehingga eksistensi kehidupan alam semesta, terutama manusia diciptakan karena atas dasar cinta Tuhan kepada hamba-Nya.
Selaras dengan apa yang dikatakan oleh seorang sufi terkenal dari Andalusia, Muhyiddin Ibn ‘Arabi, dalam sebuah magnum opusnya Al-Hubb wa Al-Mahabbah al-Ilahiyyah, bahwa dari cinta kita berasal, dari cinta kita terlahir, di bahwa payung cinta kita menyusuri jalan, dan karena cinta kita akan pulang ke asal. Gagasan ini memiliki landasan dari sebuah Hadis Qudsi, yang selalu dikutip para spritualis muslim, “Aku adalah sumber kekayaan tak terbatas yang tersembunyi. Aku ingin Cinta dikenal. Maka Aku ciptakan semesta. Berkat cinta-Ku, mereka mengenal-Ku”. Atas dasar inilah, agama hadir untuk menebarkan cinta dan kasih sayang kepada semua manusia, siapapun dia dan agama apapun yang dianutnya.
Sumber Bacaan:
Husein Ja’far Al-Hadar, Apalagi Islam itu Kalau Bukan Cinta?! Cinta dalam Seluruh Dimensi Islam: Dari Akidah, Ibadah, sampai Akhlak, (Tangerang Selatan: Penerbit Yayasan Islam Cinta Indonesia, 2018)
Alfit Sair, Filsafat Harmonisasi : Dari Pengetahuan Rasional Menuju Tindakan Rasional, (Makassar : Lyeum Press, 2020)
Candra Malik, Makrifat Cinta, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2017)