Epistemologi sebagai cabang filsafat menjadi disiplin keilmuan yang membahas mengenai hakikat ilmu pengetahuan dan bagaimana ilmu pengetahuan itu dihadirkan. Problemnya adalah ilmu pengetahuan modern sekarang ini terjadi gap antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui. Akibatnya tidak adanya kesatuan antara keduanya dan dalam istilah epistemologi pengetahuan ini tidak hadir secara langsung dalam diri subjek.
Hubungan antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui dapat menuntun kepada landasan manusia. Artinya bahwa terjadi kesatuan antara subjek dan objek yaitu dengan kehadiran objek dalam diri subjek yang mengetahui. Istilah dalam filsafat iluminasi yaitu kesatuan mistikal dan dipahami sebagai ‘tangga menaik’ eksistensi manusia.
Melakukan penyelidikan terkait hubungan antara pengetahuan dan subjek yang mengetahui dapat menuntun kepada landasan intelek manusia, sehingga kata mengetahui memiliki arti tidak lain mengada. Kesatuan sederhana dari diri yang tidak lain adalah pengetahuan swaobjek. Pengetahuan dengan kesadaran disebut dengan pengetahuan kehadiran atau ilmu hudhuri.
Ilmu hudhuri dipahami sebagai suatu kesadaran manusiawi non-fenomenal. Kesadaran ini memakai pendekatan filsafat analitik. Pendekatan yang berkaitan erat dengan makna dan realitas seperti empirik, meta-empirik, eksistensial dan spiritual. Realitas tersebut dapat dimengerti melalui pengalaman mistik. Pengalaman mistik ini perlu melewati perjalanan mistik yang disebut sebagai ‘ketercelupan ontologis’ yang sempurna.
Konsep Ilmu Hudhuri Menurut Mehdi Hairi Yazdi
Tokoh yang cukup konsen dan komprehensif di masa kontemporer ini dalam mengkaji ilmu hudhuri yaitu Mehdi Hairi Yazdi. Upaya yang yang ia lakukan sangat cermat dan konsisten mengulas masalah-masalah epistemologi. Pada konstruksi ilmu hudhuri ini, Hairi Yazdi memetik pandangan-pandangan pemikir Islam dan Barat yang menjadi acuannya utamanya. Pandangan tersebur seberti filsafat iluminasi Suhrawardi dan eksistensialis Mulla Sadra, serta pandangan Ibnu Sina dan al-Tusi. Pandangan pemikir Barat seperti Plato, Aristoteles, Plotinus. Melalui acuan tersebut Mehdi Hairi Yazdi menyimpulkan bahwa gagasannya mengenai ilmu hudhuri membuat tidak terelakkan untuk kita memberikan pengakuan terhadap eksistensi pengetahuan ini.
Ilmu hudhuri menurut Mehdi Hairi Yazdi yaitu salah satu jenis pengetahuan yang semua hubungannya berada dalam kerangka dirinya sendiri. Hal ini mengakibatkan seluruh anatomi gagasan dapat dilihat benar tanpa implikasi apapun terhadap acuan objektif eksternal yang membutuhkan hubungan eksternal. Hubungan mengetahui dalam bentuk pengetahuan ini merupakan hubungan swaobjek tanpa campur tangan objek eksternal.
Pada gagasan ilmu hudhuri terdapat istilah objek objektif. Istilah ini tidak memiliki perbedaan dengan status eksistensial dari objek subjektif. Objek ini juga dapat disebut objek esensial dan ia bersifat imanen dalam diri subjek yang mengetahui. Objek objektif tidak terpisah dan aksidental terhadap nilai kebenaran pengetahuan tersebut. Ilmu hudhuri terdiri dari pengertian sederhana mengenai objektivitas, artinya pengetahuan itu langsung hadir dalam diri subjek yang mengetahui.
Karakteristik Ilmu Hudhuri
Hairi Yazdi melihat adanya karakteristik utama dalam ilmu hudhuri yaitu kebebasannya dari dualisme kebenaran dan kesalahan. Hal tersebut disebabkan karena esensi dari pola pengetahuan dengan kehadiran tidak memiliki keterkaitan dengan gagasan korespondensi. Prinsip dari korespondensi telah secara luas diterima menjadi kriteria kebenaran dan kesalahan dari sebuah pernyataan mengenai objek eksternal. Sebaliknya, prinsip yang sama telah digunakan sebagai tolak ukur untuk memeriksa kebenaran atau kesalahan dalam pengetahuan tentang kebenaran. Menurut Russell, prinsip seperti itu tidak dapat diterapkan dalam kasus pengetahuan dengan kehadiran.
Salah satu ciri yang diberikan Hairi Yazdi tentang ilmu hudhuri adalah tidak terpengaruhnya oleh perbedaan antara pengetahuan dengan konsepsi dan pengetahuan dengan kepercayaan. Pada ilmu hudhuri berbeda dengan pengetahuan dengan korespondensi yang terbatas pada perbedaan ini. Perbedaan ini mulanya dibuat oleh Ibnu Sina dengan tujuan untuk penguraian mengenai definisi demonstrasi dan konfirmasi.
Perbedaan tersebut tidak dapat diterapkan ketika membicarakan ilmu hudhuri. Hal ini karena keduanya merupakan bagian integral dari konseptualisasi, yang termasuk dalam struktur makna dan representasi, bukan struktur wujud atau kebenaran faktual. Hairi Yazdi menyatakan bahwa pengertian konseptualisasi dan representasi tidak termasuk dalam pengetahuan kehadiran. Maka, ilmu hudhuri tidak melibatkan pengertian apapun mengenai konsepsi dan konfirmasi.