Hati Menurut al-Ghazali: Urgensi dan Hakikatnya (Part I)

Hati merupakan sesuatu yang banyak disebut dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah surah as-Shâffât: 84, al-Baqarah: 10, 74, al-Hajj: 46, asy-Syua`ra: 88-89, ar-Ra’d: 28, asy-Syams: 9, dan seterusnya. Kenyataan ini mendorong kita bertanya, apa maksud di balik banyaknya penyebutan hati di dalam Al-Qur’an? Jawaban yang bisa kita berikan, adalah mungkin hati itu penting di dalam Islam. Jawaban ini sepertinya benar mengingat pelibatan hati dalam ibadah harian kita semua. Semua ibadah umumnya melibatkan hati, minimal niat.

Jika kita mencari karya soal hati, kita akan menemukan banyak karya para ulama maupun sarjana menyangkut hati. Di antaranya al-Ghazali dengan karyanya Mukâsyaftu al-Qulûb, Ihya ‘Ulûmi ad-Dîn, Minhâj al-‘Âbidîn, dan seterusnya, ‘Ali al-Jufri dengan karyanya Al-Insâniyah qabla at-Tadayyun, Abu Thalib al-Makiy dengan karyanya Qût al-Qulûb, dan lain sebagainya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa hati sangat penting di dalam Islam.

Lalu, pertanyaannya adalah hati itu apa? Apa yang mesti diketahui oleh muslim jika ia sangat penting? Pertanyaan-pertanyaan ini yang akan saya coba jawab melalui sajian ini. Dalam sajian ini, saya akan mengulas pandangan al-Ghazali.

Hati Menurut al-Ghazali

Ulasan al-Ghazali soal hati bisa dibaca dalam karya-karya yang sudah saya sebutkan di atas. Di antara poin-poin al-Ghazali adalah hati merupakan bagian dari lima anggota badan yang harus dijaga (al-Ghazali, Minhâj al-‘Âbidîn: 105). Konteks lima anggota badan ini adalah ketika al-Ghazali mengulas soal nafsu di dalam karyanya, Minhâj al-‘Âbidîn. Al-Ghazali mengatakan bahwa orang yang ingin bertakwa kepada Allah, harus memperhatikan lima anggota badannya.

Baca Juga:  Isra Mikraj: Rahasia Perjalanan Suci Nabi Muhammad

Oleh karena itu, hati merupakan bagian badan yang erat kaitannya dengan pengendalian nafsu dan soal ketakwaan. Di awal, saya sudah sebut pelibatan hati dalam kerja-kerja ibadah kita. Sebelum lebih jauh, konteks nafsu dalam kajian al-Ghazali yang saya sebut di atas adalah panduan kepada kita semua dari sulitnya perjalanan hamba kepada Tuhannya. Ia menyampaikannya di dalam pengantar karyanya, Minhâj al-‘Âbidîn. Kurang lebih, ia mengatakan bahwa jalan yang kita tempuh tidak rata, jalan yang sulit, banyak cobaannya, kesulitannya banyak, jaraknya sangat jauh, penyakitnya parah, banyak penghalang dan seterusnya (al-Ghazali: 35-36). Atas alasan-alasan inilah al-Ghazali menulis Minhâj al-‘Âbidîn.

Al-Ghazali menyebut beberapa alasan mengapa hati sangat penting. Pertama, hati sangat banyak disebut dalam Al-Qur’an; kedua, hati merupakan hal yang dilihat oleh Tuhan; ketiga, hati merupakan raja. Hal ini berdasarkan hadis Nabi yang mengatakan bahwa hati merupakan penentu baik buruknya tubuh manusia (al-Ghazali: 112-113).

Bagi saya, poin ketiga ini adalah sesuatu yang menarik. Saya kerap kali berpikir bahwa akal adalah raja. Namun, menurut hadis tersebut bukan akal, tapi hati. Barangkali poin ketiga ini bisa menjadi tulisan khusus di lain waktu. Ada pertanyaan-pertanyaan yang muncul di dalam benak saya. Di antaranya pertanyaan sederhana: mengapa hati menjadi raja?

Saya teringat, saya pernah membeli buku waktu S1. Judulnya adalah Follow Your Heart atau Ikuti Kata Hatimu. Ditulis oleh Andrew Matthews. Itu adalah buku favorit saya ketika S1. Buku tersebut tentu tidak disajikan dengan pendekatan al-Ghazali. Buku ini erat kaitannya bagaimana orang bisa bahagia dengan kehidupannya. Matthews di awal bukunya menulis 10 konsep soal bukunya. Pertama, kita di sini untuk belajar. Dunia adalah guru kita; kedua, tidak ada yang favorit di alam semesta; ketiga, hidupmu adalah refleksi sempurna dari keyakinanmu; keempat, momen ketika kamu terlalu bekerja terhadap sesuatu, orang, uang, kamu akan merusaknya, dan seterusnya (Andrew Matthews, Follow Your Hearth: 9). Apakah ini sebagian yang dimaksud hati sebagai raja? Mungkin.

Baca Juga:  Kata Imam al-Ghazali, Lakukan Tips ini Agar Tidurmu Berkualitas!

Apa yang bisa kita pahami di sini adalah cara al-Ghazali dengan Matthews mendeskripsikan hati sangat berbeda. Hati menurut Matthews lebih dekat kepada sesuatu yang kita sukai. Itu sebabnya, ia menjelaskan mengapa setiap kita mesti melakukan sesuatu yang benar-benar kita suka. Lebih jauh, Matthews mengaitkan hati dengan perkara bagaimana menjalani hidup yang penuh masalah. Sementara hati menurut al-Ghazali sangat erat kaitannya dengan nafsu, takwa dan Tuhan. Dengan ini, kita bisa memahami posisi hati di dunia Islam. Lanjut…  

 

Previous Article

Saat Waktu Melambat: Pelajaran dari Isra’ Mikraj di Era yang Serba Cepat

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨