Fakhr al-Din al-Razi: Sang Filsuf dan Mujaddid

Suatu saat aku diminta pendapat karya siapa yang penting untuk dibaca dan dikaji dengan serius? Aku menjawab : Imam Fakhr al Din al- Razi. Mengapa?

Al-Razi adalah tokoh pemikir dan ilmuwan Islam yang sangat menarik, meski kalah populer dari Ibnu Sina (Avicenna), Abu Hamid Al-Ghazali, Ibnu Rusyd (Averoes), Ibnu ‘Arabi, al-Hallaj atau Abu Bakar al-Razi (Razes), untuk menyebut beberapa saja. Namun seperti mereka, Fakhr al-Din al-Razi, lahir di Ray, Persia, Iran (543 H/1148 M), juga sangat kontroversial. Ia dipuja dan disanjung setinggi langit para pengikutnya, tetapi juga sekaligus dicaci-maki, dikutuk dan dikafirkan para pembencinya. Para pengagum al-Razi pada umumnya adalah kaum rasionalis. Beberapa di antaranya adalah Ibnu Abi Ushaibi’ah dan Syihab al-Din Suhrawardi. Sementara pengecamnya adalah kaum ahli fikih tradisionalis dan terutama ahli hadits, semacam Syahrzuri, Ibnu Taymiyah, Ibnu Hajar al-Asqallani dan al-Dzhabi.

Yang menarik adalah Ibnu Taymiyah—pemimpin aliran salafi tekstualis itu. Meski acap mengutip pikiran-pikiran al-Razi dalam sejumlah hal, tetapi ia juga menuduh al-Razi sebagai kafir, musyrik dan murtad. Dia mengatakan; “Dia (al-Razi) menulis buku agama orang-orang musyrik dan murtad. Dia membela mereka mati-matian”. Kecaman Ibnu Taimiyah ini, disebabkan oleh tulisan-tulisan Razi tentang astrologi, sihir dan sejenisnya terutama bukunya Al-Sirr al-Maktum fi Mukhathabah al-Syams wa al-Qamar wa al-Nujum.

Salah seorang pengagum sekaligus muridnya, Ibnu Abi Ushaibi’aih mengatakan:

فخر الدين الرازى افضل المتأخرين وسيد الحكمآء المحدثين. قد شاعت سيادته وانتشرت فى الافاق مصنفاته وتلا مذته

“Fakhr al-Din adalah tokoh mutakhir paling terkemuka, pemimpin para filsuf muslim kontemporer. Kepemimpinannya meluas. Karya-karya dibaca oleh masyarakat luas dan para mahasiswanya menyebar ke perbagai penjuru dunia).”

Baca Juga:  The Art of Good Living

Ibnu Abi Ushaibi’ah (668 H/1270 M) adalah adalah seorang ahli kedokteran Muslim Arab dan ahli bibliografi serta merupakan seorang ahli sejarah kedokteran pertama yang menulis sejarah kedokteran Arab (‘Uyun al-Anba fi Thabaqat al-Athibba).

Imam Jalal al-Din al-Suyuthi, ulama ensiklopedis dan penulis sangat produktif memasukkan Imam al-Razi sebagai mujaddid (pembaru) abad VI H. Dalam puisinya ia mengatakan:

والسادس الفخر الامام الرازى والرافعى مثله يوازى

Syaraf al-Din Ibnu Anin, seorang penyair terkemuka, menyampaikan pujian kepadanya dalam sebuah puisi yang manis:

Di hadapan dia, segala kesesatan lenyap

Segala kegelapan terkuak

Namanya abadi sepanjang masa

Berkat dia Panji Islam berkibar menjulang tinggi

Para tokoh besar lain tampak tak lagi berarti

Keliru besar orang yang berkata tentang Ibnu Sina

Jauh benar dia dibanding Razi

Betapa dangkal ilmu Abu Ali

Andaikata Aristoteles mendengar dia bicara

Dia merasa ditelanjangi dan dada bergetar

Bila Ptolemaeus bertemu dia

Dia akan bingung pada argumen-argumennya yang detail

Andai mereka berkumpul

Niscaya mereka yakin

Keunggulan tidak selalu orang zaman dulu

Sementara Syahrzuri (687 H), salah seorang pengkritik Razi mengatakan:

فالرجل لم يحصل شيئا من سرائر الحكماء المتألهين، ولم ينل مكنون علوم العلماء الأقدمين بل اشتغل طول عمره بجمع أقاويل الناس وتفريعها وﺗﻬذيبها وإيضاحها

“Orang ini (al-Razi) tak memeroleh pengetahuan esoteris para filsuf ketuhanan. Tak juga memperoleh inti pengetahuan para cendikiawan awal. Seluruh hidupnya hanya sibuk mengumpulkan omongan orang, mengurai dan menjelaskan karya orang-orang kuno.”

Umumnya para ulama aliran salafi dan ahli hadis mengecam al-Razi telah melecehkan Islam bahkan menuduhnya sebagai orang yang sangat pandai mengubah-ubah teks-teks agama. Ia, sengaja melakukannya untuk menarik simpati dan dukungan penguasa dan orang asing: Tartar-Mongol.

Baca Juga:  Semua Tajalli Allah itu Pasti Menakjubkan

Meski demikian, tak dapat dipungkiri bahwa mereka; pengagum dan pembencinya sepakat menyebut dan mengakui al-Razi sebagai seorang ulama dengan talenta multidisiplin (‘Alim Mausu’i). Pengetahuannya meliputi berbagai disiplin ilmu pengetahuan humaniora dan sain: teologi, tafsir, hukum, bahasa, sastra, tasawuf, filsafat, kedokteran, fisika, astronomi, astrologi, matematika dan lain-lain. Penguasaannya atas berbagai cabang ilmu pengetahuan ini dia tulis dalam buku-bukunya. Penanya mengalir begitu subur. Sami Nasyar menyebut karya intelektual al-Razi sebanyak 98. Orang lain menyebut sekitar 200. Dr. Toha Jabir Fayyad al-Alwani yang menulis tokoh ini berikut karya-karyanya: Al-Razi Wa Mushannafatuh, menuturkan sekaligus merincinya sebanyak 229 buah. Sebagian karya-karyanya masih dalam bentuk manuskrip dan sebagian dihubungkan dengan namanya. Beberapa karyanya yang sering disebut orang, adalah :

  1. Tafsir Mafatih al-Ghaib atau Al-Tafsir al-Kabir
  2. Al-Mathalib al-Aliyah min al-Ilmi al-Ilahi
  3. Asas al-Taqdis
  4. Al-Mahshul fi Ilm al-Ushul
  5. Muhasshal Afkar al-Mutaqaddimin wal al-Mutaakhirin
  6. Al-Ma’alim fi Ushul al-Fiqh
  7. Lubab al-Isyarat (ringkasan kitab Al-Isyarat wa al-Tanbihat)
  8. Syarh al-Isyarat wa al-Tanbihat
  9. Syarh ‘Uyun al-Hikmah
  10. Al- Mabahits al-Masyriqiyyah fi ‘Ilm al Ilahiyat wa al-Thabi’iyyat
  11. Manaqib al-Syafi’i, dan lain-lain.

Di samping sebagai ilmuwan, Razi juga dikenal sebagai orator ulung, ahli pidato (al-khatib) dan ahli debat (jadal). Al-Razi selalu disebut Al-Imam dalam tiga bidang ; Ushul Fiqh, Kalam (teologi) dan Fiqh. Di Herat, ia disebut Syaikh al-Islam. Hampir tak ada ilmu yang tidak dikuasainya. Mungkin satu-satunya yang kurang dimiliki Razi adalah hadis. Ini menjadi titik kritikal para ahli hadis. Al-Dzahabi, ahli hadis, memasukkan dia dalam kelompok perawi yang lemah (al-dhu’afa), karena hafalannya yang minim. Razi berpendapat bahwa informasi melalui orang (rawi) itu subyektif.

Baca Juga:  Anak Abnormal: Rasionalitas & Keimanan
0 Shares:
You May Also Like