Umrah Terakhir, Wallah A’lam: Berharap Ka’bah Terbangun di Dalam Hati

Sejauh bisa saya perkirakan, mungkin ini akan menjadi umrah saya yang terakhir. Lebih-lebih, ini akan menjadi perjalanan ziarah Makkah-Madinah saya yang terakhir. Tak ada lagi pergi umrah, tak juga berhaji. Wallaah a’lam.

Umur saya sudah makin menua. Meski, alhamdulillah masih cukup sehat, semangat bepergian jauh pun sudah jauh menyurut. Di atas semuanya itu, memang haji dan umrah tak harus dilakukan berkali-kali. Bahkan tak seharusnya demikian. Apalagi jika dengan menahan diri begitu kita bisa memiliki kelebihan harta untuk bersedekah, dan menolong orang-orang yang kesusahan.

Memang terkadang ada kerinduan. Tak jarang sangat dalam, untuk kembali mengunjungi Makkah dan Madinah. Dalam kasus saya, rasanya umrah saya yang terakhir saya lakukan sudah lebih dari sepuluh tahun lalu. Itu pun, seingat saya, hanya sekitar 4 hari. Dalam rangka perjalanan saya ke Dubai, dan Emirat, hingga ke Riyadh.

Begitu pun, saya juga tak yakin masih akan pergi, seperti saat ini, kalau bukan karena kebaikan seorang sahabat-muda saya. Ali Mohamad Amin, pemilik Biro Travel Haji dan Umrah Alisan, yang sudah dikenal luas menawarkan pelayanan istimewa kepada para peziarah yang ikut rombongannya. Sayid Ali ini saya kenal, selain sebagai pebisnis sukses yang memiliki berbagai usaha, sebagai orang yang sama-sama  memiliki concern dan  bergiat di bidang pendidikan. Beliau adalah pemilik School of Human, yang didirikan sebagai perwujudan gagasan tentang “Sekolah Manusia”-nya almarhum Pak Munif Chatib. Tentang Pak Munif, rasanya tidak berlebihan jika beliau kita sebut sebagai salah seorang tokoh pendidikan Indonesia.

Tapi lebih dari itu, Sayid Ali sudah sejak lama berbaik hati ingin mengundang saya untuk berhaji bersama bironya. Kesempatan yang tepat belum tiba, di samping juga berhaji membutuhkan upaya yang tidak kecil. Kalau boleh berterus terang, saya memang sesungguhnya agak enggan. Saya berpikir, toh sudah dua kali saya berhaji. Dan itu sudah lebih dari cukup. Dalam dua kali kesempatan itu, selalu saja ada orang-orang dermawan dan baik hati, yang mau mendukung saya berhaji. Untuk karunia ini, saya bersyukur kepada Allah.

Baca Juga:  Ciri-Ciri Wali Allah dalam Al-Qur’an

Terkait yang terakhir ini, tak jarang Sayid Ali menanyakan kepada saya, kapan saya akan berangkat? Beberapa kali. Sampai akhirnya Momentum itu tiba. Saya akhirnya menerima undangan beliau, tentu saja karena saya pun rindu “pulang” ke rumah Allah ini. Meski “hanya” untuk berumrah saja. Khususnya—meski belakangan tertunda—saat beliau meminta saya untuk pergi ke Dubai demi menjajaki pendirian cabang Jakarta dari sekolah anak berkebutuhan khusus di Dubai.

Waktu itu saya berpikir, toh tak akan banyak tambahan biaya yang harus dikeluarkan jika perjalanan saya lanjut hingga ke Saudi Arabia. Kebetulan juga, salah seorang adik saya berencana melakukan umrah, di tengah perjalanan pulang ke Indonesia dari masa tinggal 2 bulannya di Belanda, sebagai peneliti di sana. Suatu kesempatan yang menyenangkan untuk bisa berumah bersama. Maka, saya tinggal mencocokkan tanggal saja dengan rencana adik saya, agar perjalanan ini lebih berkah dan berkesan. Apalagi berkah menjadi makin bertambah dengan ikut sertanya salah seorang anak saya— selain istri saya—untuk berumrah bersama.

Ketika saya tulis corat-coret ini, saya sudah berada di pesawat Garuda, dalam perjalanan menuju Jeddah, untuk terus lanjut ke Makkah dan memulai ibadah umrah.

Rasanya ingin menolak, tapi tak sampai hati untuk menghalangi kebaikan hati Sayid Ali, ketika beliau “memaksa” untuk mengawal persiapan keberangkatan kami—sejak membuat visa, membeli tiket, memesan hotel, menyediakan jemputan sesampainya kami di Jeddah, bahkan ketika kami harus check in di Bandara Soetta. Sejak masuk Bandara, sampai masuk pesawat. Tentu juga mempersiapkan segala sesuatu terkait akomodasi dan hal-hal lain yang terkait dengan kegiatan ibadah kami di sana nanti. Maka, nikmat Allah manakah yang akan kami dustakan? Alhamdulillahi Rabbal ‘Aalamiin. Wa jazaakalLaah khayran, Sayid Ali, katsiiran…

Saya tak tahu, pengalaman apa yang akan menunggu kami di Makkah dan Madinah kali ini. Karena, selama beberapa kali kami mengunjungi kedua kota suci ini, selalu saja ada pengalaman luar biasa yang kami alami. Sebagiannya sudah saya ceritakan dalam beberapa tulisan saya sebelumnya. Tapi, kali ini, tak kurang dari umrah maqbulah, umrah yang diterima dan diridai Allah, yang saya mimpikan. Dan pengampunan-Nya yang merupakan buah ibadah ini.

Baca Juga:  Semua Tajalli Allah itu Pasti Menakjubkan

Di umur saya sekarang ini, dan dalam keadaan betapa masih rendahnya maqam keruhaniahan saya, tak banyak lagi saya punya waktu untuk memperbaiki diri ini. Tentu juga harapan yang sama untuk istri saya, dan anak saya. Dan bagi sekalian Muslimin yang juga melakukan perjalanan ibadah ini.

Saya berharap, betapa seperti pungguk merindukan bulan, setelah ini Ka’bah akan tinggal tetap di hati saya. Juga kehadiran Nabi Muhammad saw yang akan kunjungi makamnya di sana. Selama hayat dikandung badan. Karena, toh tak mungkin juga, seperti al-Hallaj, saya sampai harus membangun Ka’bah di tempat saya tinggal. Agar kapan pun saya bisa beribadah haji dan umrah, dalam keadaan saya tak harus menziarahi kedua kota suci itu.

Al-Hallaj pun konon sampai dihukum mati lebih karena ulahnya ini—bukan karena, seperti banyak diduga, mencetuskan syathahaat (di luar sadar)-nya: “Akulah Sang Kebenaran”. Lalu, apalah pula saya? Lagipula, apa gunanya Ka’bah fisik kita kelilingi, kalau dia belum terbangun di hati kita?

Bantu aku, Yaa Allah. Karena jika aku kau biarkan hanya menjadi urusan diriku saja, apa daya yang aku punya? Hampir tujuh puluh tahun telah berlalu, dan aku tak jua kunjung dekat dengan-Mu. Betapa jauh kemudian untuk bisa jatuh cinta kepada-Mu? Padahal, bukankah “orang-orang beriman itu amat dalam cintanya kepada Allah”, kata-Mu?

Sedangkan, sebelum membangun Ka’bah itu, Al-Hallaj sudah menjadi pencinta Allah tanpa tanding?

Previous Article

Kata Imam al-Ghazali, Lakukan Tips ini Agar Tidurmu Berkualitas!

Next Article

Beribadah Juga Perlu “Imajinatif”

Subscribe to our Newsletter

Subscribe to our email newsletter to get the latest posts delivered right to your email.
Pure inspiration, zero spam ✨