Orang-Orang Yang Dicintai Allah. Siapakah Dia? (2)
Orang yang Bertobat
Tobat ialah sadar dan menyesal akan dosanya (perbuatan salah atau jahat) dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatannya; kembali kepada agama (jalan, hal) yang benar. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Allah mencintai mereka yang bertobat dan mencintai mereka yang suci dan bersih” (QS. Al-Baqarah [2]:222).
“Sungguh, suatu masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama, lebih layak untuk kamu bershalat di dalamnya. Di situ ada orang yang ingin membersihkan diri, dan Allah mencintai orang yang membersihkan diri” (QS. Al-Taubah [9]:108).
Tobat ialah menyesali dosa-dosa yang dilakukan pada masa lalu, melepaskannya, dan bertekad tidak mengulanginya pada masa yang akan datang. Syarat tobat dengan demikian ada tiga: menyesali, melepaskan diri dari dosa, dan bertekad tidak mengulangi lagi. Tobat tidak terwujud tanpa penyesalan. Orang yang tidak menyesal atas kejelekannya senang dengan dosa dan akan terus melakukannya. Penyesalan adalah tobat. Jika kesalahan itu dilakukan kepada orang lain, misalnya mengambil hak orang lain secara tidak sah, maka tobatnya dengan menyesali tindakannya dan mengembalikan hak orang lain yang diambilnya. Jika tidak mungkin, maka dengan meminta kerelaannya.
Tobat melepaskan pakaian yang bisa menjauhkan diri dari Allah dan membentangkan permadani yang mendekatkan kepada Allah. Tobat mengganti gerakan-gerakan yang tercela dengan gerakan-gerakan yang terpuji. Dengan ilmu yang dijiwai iman, bahwa dosa adalah suatu hal yang merusakkan, dan pengertian itu menguatkan pembenaran dan menghilangkan keragu-raguan, maka timbullah cahaya iman. Jika api penyesalan telah menyala, maka ia bersedih, sebab terhijab dari yang dicintainya dan berada di ambang kebinasaan. Maka menyalalah api cinta di hati, dan semakin berkobar-kobar dengan hasrat untuk menggapai cinta Ilahi.
Rasulullah Saw bersabda, “Orang yang bertobat adalah kekasih Allah, dan orang yang bertobat itu seperti orang yang tidak mempunyai dosa”.
Rasulullah Saw juga bersabda, “Allah lebih gembira dengan tobat seorang hamba mukmin daripada kegembiraan seorang lelaki yang turun dari tunggangannya di suatu tempat lalu tertidur. Ketika bangun, binatang tunggangan beserta makanan dan minumannya tidak ada. Lalu, ia mencarinya di bawah terik matahari, hingga ia berkata, “Aku akan kembali ke tempatku semula lalu tidur sampai mati”. Ia pun tidur. Ketika terbangun, tiba-tiba tunggangannya beserta perbekalannya datang kembali. Maka kegembiraan Allah dengan tobat seorang mukmin lebih besar daripada kegembiraan orang itu dengan kembalinya binantang tunggangannya”.
Nabi Saw bersabda, “Allah lebih senang kepada hamba yang bertobat, daripada senangnya seseorang yang menemukan kembali untanya yang hilang di padang sahara yang tandus” (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Orang yang Bertakwa
Takwa ialah terpeliharanya sifat diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya; keinsafan yang diikuti kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Takwa merupakan salah satu tingkah laku mukmin menyangkut perilaku keruhanian yang diridai Allah Swt. Allah Swt berfirman: “Ada di antara Ahli Kitab itu yang bila kauberi kepercayaan dengan setimbunan emas, ia mengembalikannya kepadamu; tetapi ada juga, yang bila kauberi kepercayaan dengan satu dinar saja, tidak lagi dikembalikan kepadamu kecuali bila berulang-ulang engkau memintanya. Yang demikian itu karena mereka berkata, “tidak ada kewajiban bagi kami tetap setia kepada orang yang bodoh”. Mereka berkata dusta terhadap Allah padahal mereka mengetahui. Barang siapa menepati janji dan bertakwa, sungguh Allah mencintai orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran [3]:75-76).
“Dan suatu maklumat dari Allah dan Rasul-Nya kepada semua orang yang berkumpul pada hari Haji Akbar, bahwa Allah dan Rasul-Nya lepas tangan dari orang musyrik. Kalau kamu bertobat, itulah yang lebih baik buat kamu; tetapi jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa kamu tak dapat melemahkan Allah. Dan umumkanlah kepada orang kafir tentang adanya azab yang keras. Kecuali perjanjian yang kamu adakan dengan kaum musyrik yang kemudian, sedikit pun tidak mengurangi isi perjanjian kamu, atau membantu siapa pun melawan kamu, maka penuhilah perjanjian itu, sampai batas waktunya. Allah menyukai orang yang bertakwa” (QS. Al-Taubah [9]: 3-4).
“Bagaimana mungkin ada perjanjian di depan Allah dan Rasul-Nya dengan pihak musyrik; kecuali dengan mereka yang sudah kamu buat perjanjiannya di dekat Masjidil-Haram. Maka selama mereka berlaku jujur terhadapmu, berlaku jujurlah terhadap mereka. Allah mencintai orang yang bertakwa” (QS. Al-Taubah [9]:7).
Takwa memperbaiki hubungan antara hamba dengan Tuhannya, sedangkan akhlak yang baik memperbaiki hubungan hamba dengan sesama. Takwa mendorong manusia mencintai-Nya, sementara akhlak yang baik mendorong manusia untuk mencintai sesama. Takwa yang hakiki adalah takwa hati. Allah berfirman: “Demikianlah keadaannya; barang siapa memuliakan lambang-lambang Allah, dalam mengadakan kurban hewan, maka penghormatan yang demikian pastilah dari hati yang penuh takwa” (QS. al-Hajj [22]:32).
“Yang sampai kepada Allah bukan daging atau darahnya, melainkan yang sampai kepada-Nya ketakwaan kamu. Demikianlah Ia mempermudahkannya kepada kamu supaya kamu mengagungkan Allah atas bimbingan-Nya kepada kamu; dan sampaikanlah berita baik kepada semua orang yang telah berbuat baik” (QS. Al-Hajj [22]:37).
Nabi SAW bersabda, “Takwa itu ada di sini, sambil menunjuk ke arah dadanya tiga kali” (HR. Imam Muslim). Al-Sauri berkata kepada Ibnu Abi Zi’b, “Jika engkau bertakwa kepada Allah, maka engkau tidak membutuhkan manusia, dan jika engkau takut kepada manusia, maka mereka tidak membutuhkanmu sedikit pun dalam urusan Allah.”