Makrifat Taubat
Makna taubat itu berasal dari akar kata taba, yang artinya kembali. Ketika kita berbuat dosa, kita semakin menjauh dari Tuhan. Sehingga kita mesti bertaubat untuk kembali kepada-Nya.
Salah satu sifat Tuhan adalah Tawwab, yang berati Maha Kembali, yang bermakna bahwa Tuhan lebih dahulu mendekat, dengan menggerakkan hati kita untuk bertaubat dan kembali kepada-Nya. Betapa besar Karunia dan Kasih Sayang-Nya, meskipun kita berbuat dosa, namun Tuhan terlebih dahulu mendekat, sebelum kita bertaubat. Ketika Adam melanggar larangan-Nya, Tuhan mengajarkan kalimat:
“Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Al-Araf [7]: 23).
Tuhan terlebih dahulu mendekat (taubat) kepada Adam, dengan mengajarkan Adam kalimat untuk bertaubat. Bertaubatlah setiap waktu, selagi masih ada kesempatan untuk kembali kepada-Nya. ” …dan barangsiapa yang belum bertaubat maka mereka adalah orang-orang yang zalim” (QS. Al Hujurat [49]:11)
Dengan bertaubat kita terlepas dari predikat sebagai orang yang zalim. Taubat mesti dilakukan oleh setiap manusia, sesuai maqam atau martabatnya. Taubat dilakukan oleh para pendosa yang jelas melanggar perintah-Nya, maupun oleh para wali, bahkan oleh Nabi sendiri. Namun taubat mereka berbeda tingkatannya.
Nabi bersabda, “Amal seseorang tidak akan membuatnya masuk surga.” Lalu sahabat bertanya, “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa setiap manusia sesungguhnya punya dosa. Bahkan Nabi yang diyakini sebagai ma’shum, disebut dalam Al-Qur’an tetap perlu memohon ampun atas “dosa”-nya.
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu…(QS. Muhammad [47]:11).
“Supaya Allah memberi ampunan kepadamu (terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang…) (QS. Al-Fath [48]: 2).
Nabi sendiri selalu beristighfar 100 kali sehari untuk bertaubat. Namun taubat para wali dan nabi berbeda dengan taubat kita orang awam. Bila kita bertaubat untuk memohon ampun atas dosa yang telah kita perbuat, maka para wali bertaubat karena sebagai manusia ada saat-saat mereka sedikit lalai dalam mengingat-Nya. Sedangkan nabi bertaubat memohon ampun karena sebagai manusia beliau merasa tidak mampu memuji-Nya sebagaimana Dia selayaknya dipuji.
Manusia adalah makhluk yang betapapun juga tidaklah sempurna. Ketidaksempurnaan itu adalah bawaan dan kodrat manusia yang tidak bisa dihindari. Ini membawa konsekuensi yaitu semacam dosa bawaan di luar kendali manusia. Ini juga menjelaskan mengapa dosa dalam Al-Quran disebut “dzanb” yang bermakna ekor. Bahwa ekor selalu melekat pada pemiliknya, sebagai bawaan sejak lahir, dan akan ikut ke mana pun si pemilik berada. Maka, bertaubat adalah bagian dari jalan manusia menuju kesempurnaan, demi menghilangkan ketidaksempurnaan bawaan itu. Bertaubatlah setiap waktu, selagi masih diberi kesempatan untuk kembali kepada-Nya.
Wallahualam